Senin

Bakiak Sakti (Loket 3)

Image Google

Di tengah perjalanan pulang usai rapat di balai desa, pak le Veyz mendengar suara teriakan, “maling! maling!” Pak le Veyz tertegun, lalu bergegas mencari sumber suara. Di bawah hamparan cahaya bulan yang memayungi langit malam, Pak le Veyz melihat bayangan seseorang berlari dengan membawa buntalan kain di pundak kirinya. Bayangan tersebut semakin lama semakin mendekat ke arah Pak le Veyz. Sementara itu suara teriakan warga semakin jelas bergema, “maling! maling!”

Ketika bayangan itu berjarak tiga puluh meter dari hadapannya, Pakle Veyz menepi ke sisi jalan, lalu bersembunyi di balik sebatang pohon yang diameternya cukup besar. “Itu pasti maling yang lagi dikejar-kejar warga,” pikir Pak le Veyz, sambil meraih bakiak di kakinya. Ketika sosok yang membawa buntalan itu berlari melintas di hadapannya, dengan cepat Pak le Veyz melemparkan bakiak, “Pletaaaaaak” lemparannya tepat menghujam punggung orang yang berlari di hadapannya itu.



Tidak ada jerit kesakitan, tidak ada ekspresi ketakutan, yang ada hanya goyangan asoy geboy in the hoy. Dalam hitungan menit, warga telah berkumpul, lalu menghakimi maling yang tertangkap tangan sedang mencuri pakaian dalam itu tanpa ampun.

Pak le Veyz berusaha meredam amarah warga, “jangan main hakim sendiri” himbau pak le Veyz. “Ini namanya bukan main hakim sendiri, Pak! Tapi main hakim rame-rame,” timpal salah seorang warga. Pak le Veyz melongo, lalu berkata lagi, “iya, maksud saya begitu. Tak elok main hakim rame-rame. Sebaiknya kita bawa saja ke Balai Desa.” Upaya pak le Veyz berhasil, hingga akhirnya warga membawa maling yang terus saja bergoyang asoy geboy in the hoy itu ke balai desa, dengan wajah yang sudah bonyok-bonyok dihujani bogem mentah warga.

Setelah pak Lurah, sesepuh kampung dan warga berembuk di balai desa. Atas kesepakatan bersama, akhirnya maling yang tertangkap tangan itu diserahan kepada pihak berwajib. 

Ketika hendak pulang ke rumah, pak le Veyz tersadar, ia tidak mengenakan sandal alias nyeker. Ternyata pak le Veyz lupa mengambil kembali bakiak yang tadi ia lemparkan kepada si maling. Tak ingin kehilangan bakiak milik keponakan kesayangannya. Pak le Veyz kembali menapaki jejak yang sebelumnya ia lalui. Menyisir jalan berlumpur, menuju lokasi penangkapan maling celana dalam, tempat dimana bakiak itu ia lemparkan.

Upaya pak le Veyz mencari bakiak yang hilang, gagal total. Satu jam menyisir jalan dan mengitari lokasi tempat kejadian peristiwa, pak le Veyz tidak menemukan apa yang ia cari. Malam semakin larut, hingga akhirnya pak le Veyz memutuskan untuk pulang ke rumah tanpa sandal alias nyeker.

Setiba di rumah, pak le Veyz melihat keponakan kesayangannya lagi grasa grusu gelisah duduk di sofa ruang tamu.

“Kenapa belum tidur, Le? sapa pak le Veyz kepada Andri.

“Anu Pak le. Bakiakku ilang” jawab Andri.

Seketika pak le Veyz merasa bersalah. “Tadi pak le yang bawa, tapi anu.”

“Anu opo toh, Pak le?” tanya Andri penasaran.

“Bakiak ne ketinggalan di jalan. Sudah Pak le cari tapi ndak ketemu,” urai pak le Veyz.

Setelah itu Andri melangkah ke kamarnya dengan raut wajah sedih dan mata berkaca-kaca.

***

Pagi, pukul lima lewat sepuluh menit, mak Ratna membangunkan Andri untuk salat Shubuh. Berkali-kali pintu kamar digedor, namun tidak kunjung ada jawaban dari dalam. Mendapati pintu yang tidak terkunci, akhinya mak Ratna memutuskan untuk masuk.

“Le, bangun!” seru mak Ratna sambil mendorong-dorong badan Andri.

Perlahan Andri membuka matanya yang nampak memerah dengan wajah pucat pasi. Mak Ratna kaget melihat anak kesayangannya.

“Kenapa kamu, Le?” ucap mak Ratna sambil menempelkan punggung tangannya di kening Andri.

“Nggak enak badan, Mak!” jawab Andri dengan suara gemetar.

Ternyata Andri sakit setelah semalam tidak bisa tidur sebab memikirkan bakiaknya yang hilang. Andri takut Putri akan memembencinya, karena tidak bisa menjaga kado spesial ulang tahun salah tanggal pemberiannya.

“Mak, tolong buatkan surat izin sakit untuk ke sekolah. Nanti kalau Adit lewat, titipkan pada Adit.” Andri meminta mak Ratna untuk membuatkannya surat izin sakit.

“Waduh, Mak ndak biasa buat surat kayak gitu, Le!” mak Ratna bingung, karena tidak tahu cara membuat surat izin sakit yang baik dan benar.

“Hayo lah, Mak. Nanti malah dikira bolos sama Bu Wali Kelas, kalau ndak ada surat izin sakit.” Andri memohon pada mak Ratna.

Sedikit terpaksa, akhirnya mak Ratna menyanggupi permintaan anak kesayangannya.

Dengan selembar kertas kosong dan pulpen bertinta hitam di tangan kanannya, mak Ratna mulai merancang surat izin untuk Andri. Ada rasa khawatir salah tulis yang melintas di pikiran mak Ratna, karena sebelumnya ia belum pernah membuat surat serupa, kecuali surat cinta. Kala remaja mak Ratna memang terkenal sangat hebat dalam menulis surat cinta yang puitis, juga romantis.

“Sudah selesai suratnya, Mak? tanya Andri.

“Belum, Le!” jawab mak Ratna sambil terus berpikir.

Tiba-tiba terlintas di ingatan mak Ratna kenangan masa lalu ketika masih pacaran dengan Bapaknya Andri yang saat ini sedang bekerja di kota. Waktu pacaran, mak Ratna dan Bapaknya Andri suka berbalas surat romantis nan puitis.

“Saatnya mengeluarkan ilmu pengetahuan tentang surat menyurat,” gumam mak Ratna. Setelah itu ia mulai menorehkan tinta pulpennya pada selembar kertas kosong.

Teruntuk Yang Terhormat Bu Guru Wali Kelas Andri R H di Sekolah.

Di pagi hari nan cerah ini.
Bersama hembusan angin yang mengiringi langkah sang fajar menyibak langit.
Merekah indah tarian kemilau embun di ujung daun.
Nyanyian alam bersenandung membelai waktu.
Harum aroma rerumputan begitu teramat sangat menyejukkan jiwa.
Kicauan burung-burung kecil di ujung ranting menambah hangatnya suasana.

Andai cahaya terang yang memancar horizontal pada garis cakrawala itu tahu.

Di antara teduhnya alam pagi ini, ada batin yang merintih sendu bergelora,
usai menyaksikan sosok seorang anak manusia yang terkulai lemah tak berdaya karena sakit.
Sosok tersebut adalah Putra saya satu-satunya, yaitu Andri R H.

Demikian yang dapat saya sampaikan melalui surat yang saya tulis di sela hembusan angin sepoi-sepoi ini.  Semoga dapat dimaklumi.

Saya haturkan terima kasih dan salam hangat untuk bu Guru yang baik.

Hormat kami
TTD
Ratna N S

***

Siang itu mak Ratna membawa Andri ke Puskesmas untuk berobat.

Dalam perjalanan pulang sekembali dari Puskesmas, Andri melihat bakiak yang tergeletak begitu saja di tepi jalan. Bakiak tersebut sangat mirip dengan bakiak miliknya yang hilang. Setelah memantau situasi kanan kiri, Andri meraih bakiak yang ia temukan itu, lalu membawanya pulang.

Apakah yang ditemukan Andri itu bakiaknya yang hilang?

Hanya Tuhan dan penulis yang tahu jawabnya.:D


Bandung, Februari 2015

TM Hendry, s
    

Sampai jumpa pada sub judul berikutnya.:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar