Image Google |
Laki-laki
paruh baya dengan kemeja lusuh duduk mengamati sosok mungil yang tengah fokus
dengan mangkuk baso di hadapannya. Bocah perempuan usia lima tahun itu tampak
lahap. Laki-laki paruh baya melepas topi kumal warna krem, kemudian meletakkannya
di atas meja, ia tersenyum tulus melihat
keceriaan anak perempuannya yang tengah menikmati semangkuk baso. Lembar nasib terlukis
pada gurat wajah menua, wajah yang sudah kenyang merancah hitam putih kehidupan.
“Ayah mau?”
ucap bocah perempuan mengangkat sendok berisi baso kecil.
Usai makan
baso, laki-laki paruh baya menggendong anak perempuannya, beranjak meninggalkan
kedai baso menuju rumah reot bilik bambu. Dengan hati-hati laki-laki paruh baya
menurunkan anaknya yang tertidur pulas. Kasur usang dengan warna yang tampak memudar,
di sana bocah perempuan terlelap.
Laki-laki
paruh baya melangkah menuju dapur dan duduk di samping meja kecil. Piring
berisi nasi putih, ikan asin, dan beberapa potong cabai menemani santap
siangnya. Ia kaget ketika anaknya terbangun dan melangkah menuju dapur.
“Katanya
Ayah sudah kenyang?”
Laki-laki
paruh baya senyum getir.
“Biar kepahitan ini untuk Ayah saja, kamu jangan. Ayah
hanya ingin kamu selalu tersenyum bahagia, itu saja,” batinnya.
“Ayah
memang masih kenyang kok. Ini lawuk sisa tadi,” ucapnya tersenyum. Bocah mungil
melangkah setengah berlari dan duduk di pangkuan sang Ayah.
Bandung, 24
April 2018
TM Hendry,
s
Terima Kasih, mas Akmal Farabi.
BalasHapus