Detak
jam weker yang terpajang di meja kamarku menghentak keheningan. Jarum pendeknya
tepat berada di angka satu, sementara jariku masih terus menari di atas keyboard laptop untuk menuntaskan laporan
yang baru selesai setengah.
Aku
merasa sangat lelah, dari siang kondisi badanku memang kurang fit. Seharusnya laporan keuangan ini
bukan aku yang mengerjakannya, tapi Dini. Karena Dini lagi cuti untuk
menghadiri resepsi pernikahan sepupunya, terpaksa aku mendapat tugas tambahan.
Hembusan
angin malam yang masuk melalui celah jendela membuat tubuhku semakin lemah. Badanku
terasa panas dingin, perlahan kurebahkan tubuh lelahku, meninggalkan laporan
yang baru selesai setengah.
“Besok
pagi sebelum berangkat ke kantor masih ada waktu.” Pikirku.
Antara
lelap dan terjaga, aku teringat laptop-ku yang masih menyala. Aku mencoba
bangkit dari tempat tidur, tapi tubuhku terasa sangat berat, begitu juga mataku
seperti enggan terbuka. Sekuat tenaga kupaksakan tubuhku bangkit dari tempat
tidur. Saat aku berhasil duduk, pada salah satu pojok kamar, aku melihat kakek
tua berjubah putih berdiri menghadap ke arahku. Badan kakek berjubah itu tinggi,
tapi aku tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Aku heran, kenapa lampu
kamarku menjadi redup, padahal sebelum aku merebahkan diri tadi, lampu kamar
yang belum sempat aku matikan itu cahayanya sangat terang.