Minggu

Mengejar Harta Kirun


Kakek tua dengan jubah kusam yang dikenakannya melangkah tergopoh di sela gerimis yang turun menyapa bumi. Penduduk desa Cemewei merasa heran dan bertanya-tanya, “siapakah gerangan kakek tua itu?”
Andri dan pakle Veyz yang tengah duduk santai di teras rumah, saling bertukar pandang ketika menyaksikan kakek tua melintas di jalan kecil yang membentang panjang berliku.
“Le, coba kamu lihat kakek tua itu!” bisik pakle Veyz.
“Iya, Pakle. Sepertinya beliau orang baru,” balas Andri.
“Kita samper yuk!”
“Hayuk!”
Sejurus kemudian Andri dan pakle Veyz bergegas mendekati kakek tua.
“Hai, Kek! Apa kiranya yang dirimu cari, sementara rintik gerimis hampir membasuh separuh jubahmu?” tanya pakle Veyz bak penyair kehilangan panggung.
Usai batuk tujuh puluh kali (Buset! Panjang banget batuknya, wahahaha) kakek tua berkata penuh wibawa.
“Uhuuuk! Tujuan saya datang ke desa ini untuk mencari orang baik yang berhati tulus suci dan mulia, yang bersedia menerima warisan tak ternilai dari leluhur.”
“Mohon maaf, kami tidak mengerti maksud kakek,” sambung Andri.
Belum sempat kakek tua menjawab pertanyaan Andri, pakle Veyz menimpali.
“Sebaiknya kita ngobrol di sana saja, Kek. Tampaknya hujan semakin deras,” ucap pakle Veyz sambil menunjuk ke arah teras rumah.