Kakek
tua dengan jubah kusam yang dikenakannya melangkah tergopoh di sela gerimis
yang turun menyapa bumi. Penduduk desa Cemewei merasa heran dan bertanya-tanya,
“siapakah gerangan kakek tua itu?”
Andri
dan pakle Veyz yang tengah duduk santai di teras rumah, saling bertukar pandang
ketika menyaksikan kakek tua melintas di jalan kecil yang membentang panjang
berliku.
“Le,
coba kamu lihat kakek tua itu!” bisik pakle Veyz.
“Iya,
Pakle. Sepertinya beliau orang baru,” balas Andri.
“Kita
samper yuk!”
“Hayuk!”
Sejurus
kemudian Andri dan pakle Veyz bergegas mendekati kakek tua.
“Hai,
Kek! Apa kiranya yang dirimu cari, sementara rintik gerimis hampir membasuh
separuh jubahmu?” tanya pakle Veyz bak penyair kehilangan panggung.
Usai
batuk tujuh puluh kali (Buset! Panjang
banget batuknya, wahahaha) kakek tua berkata penuh wibawa.
“Uhuuuk! Tujuan
saya datang ke desa ini untuk mencari orang baik yang berhati tulus suci dan
mulia, yang bersedia menerima warisan tak ternilai dari leluhur.”
“Mohon
maaf, kami tidak mengerti maksud kakek,” sambung Andri.
Belum
sempat kakek tua menjawab pertanyaan Andri, pakle Veyz menimpali.
“Sebaiknya
kita ngobrol di sana saja, Kek.
Tampaknya hujan semakin deras,” ucap pakle Veyz sambil menunjuk ke arah teras
rumah.