Sabtu

Korenah V

Image: dreams.co.uk

(Jin Ifrit)

Mak Ratna histeris ketika mengetahui wajan yang sedang ia gunakan untuk menggoreng ikan, hilang begitu saja di atas tungku.

“Aaaaaaaaaaaaach, auw auw, wajanku!”

Mendengar mak Ratna histeris, pakle Veyz yang tengah merenovasi kandang ayam, berlari secepat bayangan menuju dapur.

“Ada opo toh, mbakyu?” tanya pakle Veyz.
“Anu … wajan hilang.”
“Pasti salah nyimpan.”

“Salah nyimpan opo? Orang tadi wajannya lagi mbak pakai menggoreng ikan. Baru saja mbak tinggal nyuci sendok, pas balik, wajannya sudah hilang, dicuri orang kali ya?”

“Wah … ndak yakin aku ada orang mau mencuri wajan burik bopeng.”


“Sembarangan dik Veyz iki kalau ngomong. Itu wajan bersejarah, kado ulang tahun dari mantan gebetan mbak dulu.”

 “Kado ulang tahun wajan? Romantis banget … asmara bumbu dapur!” Pakle Veyz terpingkal-pingkal.

Mak Ratna emosi hingga kebakaran bulu ketek usai diledek pakle Veyz. “Bukan masalah romantis ... ulang tahun ngasih bunga, ulang tahun ngasih coklat, aaaaach, itu cara lama, kuno! Yang super spesial itu anti mainstream, ya ngasih …”

“Wajaaan!” potong pakle Veyz sambil menunjuk ke arah lemari.

“Ngeledek lagi ya!” ucap mak Ratna mengacungkan sendok penggorengan.

“Bukan, itu wajan!”

Kemudian ekor mata mak Ratna mengikuti arah telunjuk pakle Veyz.

“Buju buset!”

Mak Ratna dan pakle Veyz kaget melihat wajan berisi minyak dan ikan, tergeletak di atas lemari yang berada di ruangan tengah.

“Dasar maling kurang kerjaan,” umpat mak Ratna.

Kemudian pakle Veyz bergegas keluar. Hanya sebentar, pakle Veyz kembali ke dalam rumah menenteng tangga bambu. Ketika hendak meletakkan tangga di samping lemari, pakle Veyz terkesiap. Ada Andri tertidur pulas di atas karpet yang terhampar persis di depan lemari.

“Waduh, ini bocah pulang sekolah bukannya ganti baju, malah molor,” gumam pakle Veyz. “Le, bangun!” Andri yang masih mengenakan seragam putih merah, anteng mendengkur.

Setelah berhasil membangunkan Andri, pakle Veyz menurunkan wajan, kemudian mengembalikannya ke tungku dapur.

***

Andri berlari kecil di halaman rumah, sambil menggendong tas berisi buku pelajaran di punggungnya, siswa kelas lima SD Negeri Suka Gitu tersebut bernyanyi-nyanyi riang. Di pintu masuk rumah, Andri berpapasan dengan pakle Veyz.

“Le, kalau pulang sekolah ganti baju dulu, makan, abis itu kalau mau tidur siang, baru tidur siang ya.”

“Iya, Pakle,” balas Andri singkat.

 Andri mengikuti nasihat pamannya, setelah ganti baju dan makan, kemudian bersiap-siap tidur siang. Saat hendak tidur, Andri dikagetkan oleh suara teguran pakle Veyz.

“Ooops, tunggu dulu! Mau tidur ya?”

“Iya, Pakle.”

“Ingat pesan pakle tadi enggak?”

“Ingat, pakle nyuruh ganti baju, sama makan dulu sebelum tidur siang.”

“Udah ganti baju?”

“Udah.”

“Udah makan?”

“Udah.”

“Kok celananya enggak diganti?”

“Ooo, sama celana juga ya, Pakle?”

Pakle Veyz melongo.

Lima belas menit kemudian.

Pakle Veyz iseng mengintip Andri dari pintu masuk, untuk sekadar memastikan apakah keponakannya tersebut sudah mengikuti nasihatnya. Pakle Veyz senyum bangga, Andri sudah mengganti baju dan celana seragamnya sebelum tidur siang. Ketika hendak balik badan, pakle Veyz merasakan sesuatu yang aneh.

“Ini pintu rumah, kok mirip banget sama pintu kandang ayam,” gumam pakle Veyz. Kemudian pakle Veyz berlari ke belakang menuju kandang ayam. Mata pakle Veyz terbelalak, ternyata penglihatannya benar, pintu kandang ayam tertukar dengan pintu rumah.

“Waduh, kerjaan siapa ini?” batin pakle Veyz. “Mbak! Mbakyu!” pakle Veyz berlari menuju dapur sambil memanggil mak Ratna.

“Ada apa toh dik Veyz?”

“Mbakyu yang nukar pintu kandang ayam sama pintu rumah?”

“Nukar opo?”

Keanehan sehari sebelumnya kembali terulang. Kemarin wajan pindah dari tungku ke atas lemari, sekarang pintu masuk rumah tertukar dengan pintu kandang ayam, dan ini drama banget, drama Pintu Yang Ditukar.

“Ini enggak mungkin kerjaan maling,” ucap mak Ratna. “Ini pasti kerjaannya jin.”
“Jin tomang?”
“Jin iprit!”
“Walah dalah.”

Hari berikutnya kembali terjadi keanehan yang sama. Sofa ruang tamu pindah ke sumur, isi lemari piring tertukar dengan isi lemari baju, kandang ayam pindah ke kandang kambing, kambing pindah ke kandang bebek, bebek pindah ke kandang sapi, sapi pindah ke kandang kerbau, kerbau pindah ke pluto.  

Sebuah tanya tak terjawab, orang iseng atau benarkah jin Iprit yang membuat ulah? Mak Ratna dan pakle Veyz mulai kelimpungan menyikapi segala keanehan yang terjadi. Hingga sebuah pertanyaan muncul di kepala pakle Veyz.

“Kenapa semua keanehan itu terjadi selalu ketika Andri sedang tidur?”

Saat pakle Veyz menyampaikan pertanyaan itu kepada mak Ratna, terjadi perdebatan. Mak Ratna menolak mentah-mentah kecurigaan pakle Veyz yang menduga bahwa Andri pelaku dari semua keanehan yang terjadi.

“Yo ndak mungkin Andri melakukan itu?”
“Aku kan cuma menduga saja, mbakyu. Ndak ada salahnya kita buktikan dulu. Besok kalau si Tole tidur siang kita pantau.”
“Yo wes.”

Siang berikutnya.

Setelah Andri mengganti baju sekolah dan makan, mak Ratna dan pakle Veyz mulai melakukan pemantauan. Mak Ratna bersembunyi di balik sofa, pakle Veyz bersembunyi di Singapore (kejauhan ya?) pakle Veyz sembunyi di balik lemari.

Tampak Andri mulai mengusap-usap mata seperti orang mengantuk, kemudian duduk, jongkok, nungging, abis itu terkapar di atas karpet ruang tengah.
“Zzzzzzzzzz”
Sepuluh menit kemudian Andri berdiri, dengan mata terpejam ia melangkah menuju belakang rumah, sampai di belakang rumah ia meraih ember, lalu melangkah menuju tali jemuran.

Mak Ratna dan pakle Veyz terbungkuk-bungkuk mengikuti Andri. Saat Andri hendak memindahkan jemuran berikut tiang-tiangnya ke dalam ember, mak Ratna menggumam.

“Ternyata ini Jin Iprit-nya.”

Secepat bayangan mak Ratna dan pakle Veyz berlari mendekati Andri.

“Le, banguuuuuuun!”

***

Mak Ratna dan pakle Veyz membawa Andri ke Mantri untuk diperiksa.

“Anak Ibu mengalami somnabulisme, sleepwalking.”

“Rebusme kepiting itu penyakit, pak?” tanya mak Ratna bersemangat.

Mantri nyengir sebelum kembali menjelaskan. “Artinya gangguan tidur atau suka berjalan dan melakukan sesuatu saat tidur. Tapi Ibu tidak usah khawatir, gangguan tersebut tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya saat anak Ibu memasuki usia remaja.”

“Lah walah dalah! Pak Mantri bilang tidak berbahaya?”

“Ya, gangguannya memang tidak berbahaya.”

“Tidak bahaya pigimana?” balas mak Ratna ketus. “Wajan yang lagi dipakai buat menggoreng ikan dipindahin sama anak saya ke atas lemari. Pintu depan rumah diganti sama pintu kandang ayam. Saat pakle-nya lagi mandi, kamar mandi dipindahkan sama anak saya ke depan rumah pak Lurah. Kemarin yang terakhir, kamar saya mau dipindahkan ke lapang bola, enggak bahaya bagaimana maksud Bapak? Apa pak Mantri mau tanggung jawab jika tiba-tiba rumah saya satu-satunya dipindahkan oleh anak saya ke Alaska, kami kan enggak bisa bahasa Amirika (Amerika). Di sana mana ada yang jual ikan asin, kalau saya pengin makan ikan asin, mau beli di mana? Mikir dong pak Mantri!”

Pak Mantri mangap-mangap, kejang-kejang, kemudian matahari merah jambu dalam bahasa Inggris (baca: pink sun).

Menyerahnya Mantri mengobati Andri, tidak membuat mak Ratna ikut menyerah mencari jalan, agar penyakit keluyuran saat tidur anak semata wayangnya itu bisa sembuh. Berbekal info dari tetangga, mak Ratna mendatangi rumah orang setengah pintar, namanya Taat Pribumi, dari info yang didapat mak Ratna, konon katanya ki Taat Pribumi punya kemampuan menggandakan tokek.

Mak Ratna ditemani pakle Veyz membawa Andri ke tempat praktek Ki Taat Pribumi. Suasana angker mulai terasa ketika mereka menginjakkan kaki di halaman rumah. Aroma magis, aroma mistis, juga aroma theraphy.

Kehadiran mak Ratna, pakle Veyz, dan Andri disambut langsung oleh ki Taat Pribumi.

“Saudara mau menggandakan apa?” tanya ki Taat Pribumi.

“Keponakan saya, ki,” balas pakle Veyz spontan.

“Buju buneng!  Dik Veyz apa-apan sih,” mak Ratna memelototkan matanya ke arah pakle Veyz. “Begini, Ki. Anak saya ini kalau tidur suka bikin rusuh, kadang jalan-jalan, ya traveling begitulah.” Mak Ratna bercerita panjang lebar kepada ki Taat Pribumi tentang penyakit sleepwalking Andri.

Setelah batuk dan membakar menyan, ki Taat Pribumi berkata.

“Saya punya solusi untuk anak Ibu.”

Kemudian ki Taat Pribumi membawa Andri ke ruangan khusus. Lima belas menit berada di ruangan khusus, ki Taat Pribumi dan Andri keluar.

“Bagaimana, Ki … anak saya sudah sembuh?”

“Sudah! Barusan anak Ibu sudah saya gandakan, yang aslinya sudah saya kempeskan, nah ini duplikatnya sila bawa pulang. Kalau bisa sekarang juga Ibu bawa, sebelum tampat praktek saya ini hancur gara-gara anak Ibu.”

“Iya, iya, Ki ... berapa bayarnya?” tanya mak Ratna.

“Enggak usah bayar!” balas ki Taat Pribumi dongkol.

Bagaimana tidak dongkol, ketika masuk ruangan khusus tempat ki Taat Pribumi berpura-pura mengobati pasiennya, Andri malah tidur, sleepwalking sambil mengacak-ngacak ruang praktek ki Taat Pribumi, Tengkorak palsu yang terpajang di atas meja, ia coret-coret menggunakan spidol permanen, dibubuhi kumis, jenggot, juga alis palsu. Lemari, dinding dan lantai semua berantakan tidak berbentuk.

Mak Ratna, pakle Veyz, dan Andri tergopoh melangkah keluar dari ruangan ki Taat Pribumi. Saat  berada di depan pintu, Andri terdiam.

“Kenapa kamu, le?” tanya mak Ratna.

“Sebentar, mak sama pakle tunggu di sini.”

Lima menit kemudian Andri kembali.

“Abis dari mana kamu, le?” tanya pakle Veyz penasaran.

“Abis mindahin ki Taat Pribumi ke sel MABES POLRI,” jawab Andri santai.

***

Cara sederhana yang terlupakan oleh mak Ratna dan pakle Veyz terbukti ampuh membuat Andri lepas dari kebiasaan sleepwalking. Seperti baru tersadar, kekuatan doa melebihi dahsyatnya ledakan bom atom. Rajin berdoa sebelum tidur, setelahnya Andri tidak lagi mengalami sleepwalking.


Bandung, 22 Oktober 2016



TM Hendry, s 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar