Sabtu

Korenah IV

Image: daridwina.wordpress.com

Timur membentang, kemilau rona langit membasuh bumi, menyentuh embun nan riang menari di ujung daun. Di sela bayang-bayang kabut tipis, kokok ayam jantan bersenandung merdu mencambuk keheningan, sebagai pengingat waktu bagi manusia agar segera keluar dari bingkai mimpi.
Selesai mandi, pakle Veyz duduk manis di depan televisi menikmati berita pagi. Sementara mak Ratna sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Nah, Andri ke mana?
“Dik Veyz, nikahan anak bu Sukarti hari ini ya?” tanya mak Ratna pada pakle Veyz.
“Iya, mbakyu … jam berapa kita ke sana?”
“Nanti aja abis sarapan, tunggu Andri bangun dulu.” 
Pagi itu pakle Veyz, mak Ratna, dan Andri akan menghadiri resepsi pernikahan anak bu Sukarti.


***

Walau sudah bangun, Andri masih meringkuk di dalam selimut, sambil menggumamkan kata-kata, “bosan, boring, jenuh, bete!” Kata-kata itu ia ucapkan berulang-ulang.
“Kenapa kamu Andri?”
Andri terkejut, buru-buru menyibak selimut, sorot matanya memindai sekeliling kamar, namun ia tidak melihat ada orang lain. “Tadi suara siapa ya?” Andri bergidik ketakutan.
“Enggak usah takut.”
“Kamu siapa? Tolong tampakkan wujudmu!” ucap Andri sok berani.
“Perhatikan poster yang berada di sebelah lemari.”
Sejurus kemudian Andri memalingkan wajahnya ke arah poster Brad pitt yang terpajang di sebelah lemari. Andri terkesiap, ketika melihat poster bergambar Brad pitt itu senyum-senyum sambil mencabut bulu hidung.
“Kamu Brad Pitt?” tanya Andri heran.
“Banyak yang bilang gitu sih, tapi saya bukan Brad Pitt!”
“Bohong kamu, bohong masuk neraka loh!”
“Enak aja nyumpahin orang masuk neraka.”
“Makanya jujur! Siapa sebenarnya kamu?”
“Saya pengarang cerita ini.”
“Kamu kumendan TM Hendry?”
“Yu hu!”
“Kebetulin banget nih."
“Kebetulaaaaan!”
“Iya kebetulan, aku mau protes.”
“Mau protes apa? Enggak usah sok kritis deh.”
“Aku  bosan, semenjak era Jolang sampai Korenah, cerita kehidupan aku begitu terus, susah lagi, jomblo lagi, enggak kreatif kamu, Ndan!”
“Enak aja ngatain orang enggak kreatif.” Tangan Brad Pitt yang ada di poster tiba-tiba memegang kuping sambil menjulurkan lidah, mengejek.
“Kalau benaran  kreatif, aku tantang kamu ya,” ucap Andri bersemangat.
“Mau menantang apa? Siapa enggak takut!”
“Tuh kan takut!”
“No no no … cepat beritahu tantangannya, kebelet ngompol nih!”
Andri tertawa. “Oke! Khusus Korenah empat ini, aku mau cerita tentang aku yang glamor, tinggal di kota, hidup dikelilingi cewek-cewek kece.”
“Mau nyeeeeee!”
“Bisa enggak? Kalau enggak bisa, mending berhenti aja menulis!”
“Enak aja nyuruh orang berhenti menulis. Glamor? Tinggal di kota? Dikelilingi cewek-cewek kece? Enggak ada cerita yang lebih berat lagi dari itu?”
“Sombong kamu, Ndan! Bisa enggak?”
“Baiklah … tunggu ya!”
“GPL!”
“GPL apaan?”
“Ga Pake Lama!”
“Oke! GBJ!”
“GBJ apaan artinya, Ndan?”
“GA BOSAN JOMBLO?”
“SOMPREEEEEEET!”

***

Korenah IV (Glamor)
Andri kembali ke tanah air setelah menghadiri acara rapat akbar HPMDA (Himpunan Pengusaha Muda Dunia Akhirat) yang diselenggarakan di Singapore. Mengenakan setelan jas dilengkapi dasi kupu-kupu, Andri melangkah pelan keluar terminal 2E Soekarno-Hatta International Airport dengan pengawalan super ketat.
Di lobi bandara para pewarta berdesak-desakan menunggu kedatangan Andri. Sebagai pengusaha muda yang masuk daftar sepuluh orang terkaya di dunia versi majalah Bobo, pamor Andri layaknya seorang selebritis. Semua itu tidak lepas dari sepak terjang Andri dalam dunia percintaan, hampir semua artis papan atas pernah ia pacari. Setiap hari wajah Andri mengiasi layar televisi, tidak hanya layar televisi, layar tancap juga. Pada berita ekonomi, ada Andri sebagai pengusaha sukses, pada berita politik ada Andri sebagai kawan dekat pejabat teras, pada berita gosip selebriti ada Andri sebagai playboy cap kuda-kuda yang jadi idola artis perempuan juga model papan atas. Pada berita kriminal, ada Andri sebagai … penonton!
“Mas, mas, mas, apa benar mas Andri sudah tobat jadi play group? Dan mau menikahi seorang model papan catur?” tanya wartawan di pintu keluar bandara.
“Anda kira saya anak TK-PAUD?” balas Andri dongkol.
“Maaf mas, maksud kami tobat jadi playboy dan mau menikahi seorang model papan atas?”
“Siapa bilang saya playboy? Jangan sembarangan Anda bicara! Masalah saya mau menikahi model papan atas, itu benar adanya, tunggu saja kabar selanjutnya, nanti kalian semua pasti saya undang,” tutup Andri sambil ngeloyor pergi di antara semprotan blitz dan pertanyaan wartawan.
Iring-iringan mobil mewah membelah jalan ibu kota, kemudian berbelok memasuki pintu gerbang rumah berlantai lima. Sesuai jadwal, seharusnya Andri masih berada di Singapore untuk memberikan kuliah umum pada salah satu perguruan tinggi terkemuka di sana. Namun Andri membatalkan rencana tersebut dan memilih kembali ke tanah air karena satu alasan, ia pengin fokus menyiapkan resepsi pernikahan super mewahnya dengan seorang model papan atas.
Andri melangkah keluar setelah pengawal membukakan pintu mobil, dengan mantap melintasi halaman, semua pekerja yang berada di rumah berlantai lima itu berbaris di teras, mereka semua membungkukkan badan saat Andri melintas.
“Mbok Imah, Mami ada? (maksud Andri mak Ratna, orang kaya tuh manggil maknya mami ya).
“Nyonya lagi ke salon, Den.”
“Kalau Om Veyz?” (maksud Andri pakle Veyz, orang kaya tuh manggil pamannya om ya).
“Pak Veyz lagi nge-GYM.”
Kemudian Andri memanggil orang kepercayaannya bernama Maman, untuk menanyakan persiapan pernikahan super mewah yang konon katanya mau diadakan di Raja Ampat selama sebulan penuh.
“Pak Maman, bagaimana persiapan untuk acara lusa, sudah oke?”
“Siap, Pak. Semua sudah oke!”
“Bagus!”

***

Hari spesial itu akhirnya tiba. Andri tampak gagah mengenakan kemeja, jas dan kopiah, calon istrinya sang model papan atas mengenakan kebaya putih dengan tiara penuh bunga sebagai mahkota sang ratu. Semua orang duduk melingkari calon pengantin, blitz kamera bagai halilintar sambar-menyambar. Wali nikah sudah ada, saksi sudah ada, petugas KUA juga sudah standby, om Veyz duduk manis di sebelah Andri. Nah, Mami Ratna mana?
“Bisa kita mulai sekarang ijab kabulnya?” tanya petugas KUA.
 “Sebentar, Pak. Mami saya belum datang,” balas Andri. “Om Veyz, Mami ke mana sih?” tanya Andri pada om Veyz-nya.
“Tadi masih dandan.”
“Waduh.”
Padahal yang mau nikah kan Andri, kenapa malah mami Ratna yang ganjen dandan lama ya?
 “Maaf, Pak. Hari ini jadwal saya padat, harus mencatat sepuluh pernikahan, bisa kita mulai sekarang ijab kabulnya?” ucap Petugas KUA lagi.
“Sabar, Pak. Tunggu mami saya dulu.”
Zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
 “Le, bangun! Kamu mau ikut ke nikahannya anak bu Sukarti enggak?” ucap mak Ratna mendorong-dorong tubuh Andri.
Andri  menggeliat, mengusap-usap mata.
“Akhirnya Mami datang juga. Mana pak Petugas KUA tadi?”
“Petugas KUA apa? Kamu ngigau ya? Mak ya Mak aja, enggak usah Mami mami mami segala!”
Andri menilik kanan kiri, diperhatikannya setiap sudut kamar, termangu sejenak sebelum berteriak. “PENGARANG SIALAAAN! KENAPA HANYA MIMPI!? SOMPREEEET!”


Bandung, 4 Juni 2016

 TM Hendry, s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar