Sabtu

Korenah III

Image clipartlord.com
Motor WIN pelat merah melaju pelan membelah jalan berkerikil di kaki bukit. Dengan sikap berkendara super hati-hati, pak Kades meliuk-liuk menjaga keseimbangan agar tidak tergelincir. Jalan tanah berlubang, kerikil dan batu berbagai ukuran menjadi penghalang yang membuat kendaraan dinas pak Kades tidak bisa melesat cepat. Siang itu pak Kades hendak menemui warga yang akan mendapat bantuan dari pemerintah pusat berupa sapi yang didatangkan langsung dari Inggris.
“Mau ke mana, pak Kades?” sapa pakle Veyz berjongkok memancing ikan gabus di rawa-rawa tepi jalan.
Mendengar suara seseorang menyapa, spontan pak Kades memalingkan wajah, tangan kirinya reflek menekan tuas kopling, membuat motor yang ia kendarai meluncur mulus dan baru berhenti ketika ban depan terjerembat masuk ke lubang jalan. Pak kades pun tersungkur bersama motor dinasnya.
“Oooiiii! Kalau mau nyapa lihat-lihat dong!”
Pakle Veyz menancapkan joran pancing ke tanah, bangkit, mengangkat pinggang celana agar tidak melorot, kemudian bergegas menolong pak Kades.
“Pak Kades enggak apa-apa?”
“Rasanya sih enggak apa-apa.”
Saat memapah pak Kades ke sisi jalan, ekor mata pakle Veyz melihat joran pancingnya bergerak-gerak. Tidak ingin kehilangan momen, pakle Veyz berlari secepat bayangan mendekati joran, agar ikan yang memakan umpannya tidak kabur.


“Sebentar pak Kades. Pancing saya dimakan ikan!” ucap pakle Veyz meluncur ke tepi rawa.
“Aduuuh! Kamu ini menolong setengah-setengah!”
“Sebentar doang!”
“Orang mancing tidak akan maju!”
“Cuma hobi saja kok pak Kades. Maju atau tidaknya seseorang tergantung apa yang dia usahakan. Kalau gigih pasti maju”
“Saya bilang enggak mungkin maju, benar itu. Kalau orang mancing maju, yo tercebur toh dik Veyz. Coba kamu maju!”
Pakle Veyz ketawa terbahak-bahak. “Pak Kades lucu juga yo.”
“Saya ke sini membawa kabar gembira untuk kamu.”
“Pak kades serius?” tanya pakle Veyz sambil menarik tali pancing yang disambar ikan.
“Ho uh! Kamu dapat bantuan sapi dari pemerintah”
Melongo histeris tanpa suara, kemudian pakle Veyz melemparkan joran pancing ke dalam rawa. Kabar gembira yang dibawa pak kades mengalahkan daya tarik ikan yang memakan umpan.
“Pak Kades baik-baik saja kan?” Pakle Veyz berkata sembari menyeka baju dinas pak Kades yang kotor setelah terjungkal dari motor.
“Mhmhm, kalau kamu enggak mau menerima bantuan itu, biar saya kasih sama yang lain.”
“Siapa bilang saya enggak mau? Mau saya pak Kades, mau banget!”
“Tadi kamu lebih milih mancing.”
“Ooo, itu biar lucu aja pak Kades … cerita ini kan komedi, lanjutan Korenah I dan Korenah II, nah yang ini Korenah III.”
Pak Kades manggut-manggut persis perkutut minta kawin. “Pengarang cerita ini keren enggak?” tanya pak Kades.
“Keren sih, tapi cowok …”
“Udah udah, enggak usah dilanjut! Abaikan pengarang enggak mutu itu, tak kira cewek kece. Sekarang kamu ikut saya ke kantor untuk mengisi data persyaratan.”
“Sapinya mana?”
“Isi data dulu, sapi nyusul minggu depan.”
Setelah itu pak Kades dan pakle Veyz berangkat menuju kantor desa.

***

Seminggu kemudian…
Pukul satu siang, Pakle Veyz ditemani Andri gelisah duduk di teras kantor desa. Mereka tengah menunggu sapi bantuan dari pemerintah pusat. Berdasar informasi dari pak Kades, sapi bantuan itu mau dikirim siang selepas lohor.
“Sapinya pasti gede,” ucap pakle Veyz.
“Namanya juga sapi bantuan, pasti kecil, Pakle” balas Andri.
“Sapi ne bule, dari Inggris loh, pasti gede.”
Tiba-tiba ada truk berhenti di depan kantor desa memutus percakapan. Pakle Veyz dan Andri berlari mendekati truk.
“Bawa sapi ya, pak?” tanya Andri pada sopir truk.
“Sok tahu! Orang bawa gabah,” balas sopir dengan ekspresi wajah mengejek.
Pakle Veyz dan Andri mendadak lunglai. Mereka pun kembali ke teras kantor desa. Tak lama berselang, ada truk lagi yang berhenti. Seperti sebelumnya, Pakle Veyz dan Andri berlari mendekati truk.
“Bawa sapi ya, Pak?” tanya pakle Veyz.
“Kepo deh yeeee!” balas kernet truk berwajah garang dengan kulit hitam legam tapi kemayu.
Penasaran, Pakle Veyz dan Andri melangkah ke belakang truk.
“Horeee! Sapinya datang!”
“Tuh kan, sapinya gede,” gumam pakle Veyz semringah.
Setelah serah terima, pak Kades mempersilakan pakle Veyz membawa sapi bongsor itu pulang. Di tengah jalan mereka berembuk menentukan nama buat si sapi. Andri menyarankan agar sapi diberi nama Sueb, tapi pakle Veyz menolak mentah-mentah saran keponakannya tersebut
“Sapi bule kok diberi nama Sueb”
“Jadi namanya harus pakai bahasa orang bule juga ya, Pakle?”
“Yo ha dong!”
“Yo wes, namanya no aja gimana? No kan bahasa orang bule. Atau yes?”
“Terlalu singkat.”
“Gimana kalau Yesterday?”
“Nah, mantap itu! Artinya apa, Le?”
“Aku juga enggak tahu artinya. Tapi kemarin di tv ada yang nyanyi lagu orang bule, judulnya yesterday, yesterday!”
“Yo wes lah, namanya Yesterday aja.”

***

Jauh-jauh hari, pakle Veyz dibantu Andri sudah membuatkan kandang untuk Yesterday. Setelah tiba, pakle Veyz memasukkan Yesterday ke dalam kandang.
“Le, ambil arit di kolong lemari, kita harus nyari rumput buat Yesterday.”
“Oke, pakle!”
Pakle Veyz dan Andri mengarit rumput di kaki bukit. Setelah terkumpul satu karung, paman dan keponakan itu bergegas pulang.
“Rumputnya masih segar, makan Yesterday pasti lahap.”
Dengan sukacita Pakle Veyz dan Andri mengeluarkan rumput dari karung, kemudian memindahkannya pada kotak kayu yang berada di dalam kandang.
“Hayuk mangan!” ucap pakle Veyz.
 Yesterday cuek sapi (harusnya cuek bebek ya? Yesterday kan sapi, bukan bebek!). Rumput yang diberikan pakle Veyz tidak disentuh sama Yesterday, jangan kan disentuh, dilirik pun tidak.
 “Waduh, le, kenapa Yesterday enggak mau makan?”
Kemudian Andri melenggang-lenggok di hadapan Yesterday sambil bernyanyi. “Ayo makan, waktunya makan! Nang ning nung, ni nang ni nung!” Namun Yesterday tetap tidak mau makan. Berbagai cara dilakukan pakle Veyz dan Andri agar Yesterday mau makan, tapi upaya mereka gagal.
“Iso modar Yesterday kalau enggak mau makan begini,” gumam pakle Veyz.
Tiba-tiba Andri semringah. “Aku tau!”
“Tahu apa, le?” tanya pakle Veyz penasaran.
“Ini kan sapi bule, mungkin makannya bukan rumput, pakle.”
Pakle Veyz melongo. “Kalau bukan rumput, apa dong makannya?”
“Hamburger.” Mulut Andri sampai mencong menyebut kata itu.
“Waduh! Moso sapi makan pager?”
“Ham-bur-ger!”
“Iya itu, nama makanannya aja aneh.”
“Kan sapi bule.”
Pakle Veyz terdiam. “Tadi di rumah ada lemper, kita coba kasih lemper aja gimana?”
Sejurus kemudian Andri pulang mengambil lemper. Namun apa daya, Yesterday tetap tidak mau makan.
“Le, makanan tadi apa namanya?”
“Hamburger.” Mulut Andri kembali mencong menyebut kata itu.
“Mahal enggak harganya?”
“Kayaknya sih mahal, pakle.”
“Waduh, bisa tekor kalau begitu.”
“Aku pulang dulu yo, Pakle. Haus!”
“Yo wes!”
Pakle Veyz berpikir keras mencari cara agar Yesterday mau makan. Sambil duduk pada tunggul pohon kelapa setinggi satu meter, pakle terus berusaha merayu Yesterday agar mau makan.
“Ayolah Yesterday, makan. Nanti kamu sakit, makan ya, makan makan makan!”
Pakle Veyz merasa sedih, dengan posisi kaki ditekuk pada tunggul, kedua tangannya menumpu dagu.
“Bagaimana, Pakle?”
“Iiiiit! Aduuuh!
Kedatangan Andri membuat pakle Veyz kaget dan terjatuh dari tunggul. Bersamaan dengan itu, sekonyong-konyong Yesterday melahap rumput yang berada dalam kotak kayu.
“Horeeee! Akhirnya Yesterday mau makan!”
Pakle Veyz dan Andri girang bukan kepalang.

***

Keesokan harinya, Yesterday kembali tidak mau makan.
“Kayaknya Pakle harus jatuh lagi dari tunggul, biar Yesterday mau makan.”
Tanpa pikir panjang, pakle Veyz melompat ke atas tunggul, kemudian menjatuhkan diri. Namun lagi-lagi Yesterday cuek sapi (cuek sapi ya, bukan cuek bebek!).
“Pas jatuhnya Pakle harus kaget kayak kemarin.”
“Coba lagi ya.”
Adegan tak diduga sehari sebelumnya pun direka ulang, namun hasilnya tetap nol besar dan Yesterday tetap tidak mau makan.
“O iya, pas jatuh kemarin Pakle teriak apa?”
“Apa ya … enggak teriak apa-apa, cuma bilang it doang.”
“Coba lagi, sekarang Pakle jatuh sambil bilang it.”
Dengan ragu-ragu pakle Veyz kembali naik ke atas tunggul kemudian melompat sambil teriak. “Iiiiiiit!”
Bersamaan, di dalam kandang Yesterday melahap rumput dengan lahap.
“Yeeeeeee! Sukses!
Setiap memberi makan sapi bantuan itu, pakle Veyz selalu melompat dari tunggul sambil teriak “It” dan Yesterday pun makan dengan lahap. Sukar dibayangkan, begitu berat perjuangan pakle Veyz merawat Yesterday agar mau makan. Setiap hari selama empat tahun ia harus melompat dari tunggul. Penyebabnya cuma satu, yaitu It (Ead = makan dalam bahasa Inggris). Sapinya enggak ngerti bahasa kita, gimana mau makan.


Bandung, 20 Mei 2016

TM Hendry, s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar