Minggu

The King of Kondor

Image Google

Pagi itu Andri bangun kesiangan. Semalam ia terlambat tidur gara-gara keasyikan menonton dangdutan di lapangan desa. Acara dangdutan yang diadakan untuk memeriahkan ulang tahun karang taruna desa Rawa Jolang itu, baru berakhir pukul tiga dini hari. Andri lupa, padahal minggu pagi itu ia punya janji dengan Adit.

Mereka berdua berencana menangkap kodok puru hutan, di kebun milik pakle Veyznya Andri, yang berada di kaki bukit arah timur desa Rawa Jolang. Sebagai bahan dasar tugas biologi yang harus mereka bawa ke sekolah esok hari.

Saat Adit datang kerumahnya, Andri masih terlihat kusut. Ia lagi asyik menonton program televisi kesukaannya, Masha and the Bear.  “Ndri, kita jadi ke kebun nggak ni?” sapa Adit. Dengan raut wajah memelas, Andri menjawab, “besok-besok aja gimana, Dit? Lagi seru, ni!” Adit terdiam. “Ya sudah, aku pergi sendiri aja. Siap-siap aja besok pagi kamu dihukum lagi oleh pak Jara Kada, karena tidak membawa bahan untuk tugas biologi. Kamu nggak malu, disuruh berjemur lagi di dekat tiang bendera?” Sambung Adit, sambil membalikkan badan, lalu melangkah meninggalkan Andri. Sementara Andri terdiam membayangkan hukuman yang akan ia terima dari pak Jara Kada, jika besok tidak mengumpulkan kodok puru hutan, untuk diteliti di laboratorium sekolah.



Mengingat kumis tebal pak Jara Kada saja Andri sudah gentar, apalagi jika harus menerima hukuman dari guru yang terkenal galak tersebut. “Dit, Dit, tunggu!” Panggil, Andri. Adit menghentikan langkahnya. “Buruan!” Sahut Adit. Tanpa sempat mandi dan berpamitan pada mak Ratnanya yang lagi sibuk memasak. Andri dan Adit bergegas menuju kebun milik pakle Veyznya, yang berada di kaki bukit arah timur desa Rawa Jolang, untuk mencari kodok puru hutan.

Di tengah perjalanan, dua remaja tanggung itu merintang waktu dengan bercakap-cakap. Sesekali diselingi canda tawa khas remaja. “Pak Jara Kada itu aneh ya,” ucap Andri membuka pembicaraan. “Aneh kenapa?” tanya Adit. “Ya, aneh aja. Sudah galak. Terus ngasih tugas harus membawa kodok segala ke sekolahan. Kenapa harus kodok coba? Seandainya yang diteliti itu cewek cantik. Tentu aku lebih bersemangat mengerjakan tugas ini.” Adit terkekeh mendengar celotehan sahabatnya itu. “Terus, kalau yang diteliti cewek cantik, emang yang mau kamu teliti siapa? Kamu kan masih jomblo, sama kayak aku,” jawab Adit. Andri menyeringit mengerutkan dahinya. “Ya, setidaknya dengan itu aku bisa lebih fokus mendekati Putri,” sambung Andri. “Putri. Maksudmu, Zulfa Putri Bungsu anak bu Martina Henny pemilik kantin di sekolah kita?” Tanya Adit penasaran. Andri menganggukkan kepala. “Pantesan, kamu betah banget nongkrong di kantin bu Martina Henny. Ternyata ada maunya, hayo looo!” Todong Adit, sambil menggerak-gerakkan jari telunjuknya ke arah Andri.

Andri tidak merespon, malah bertanya balik kepada Adit. “Kemarin kamu bilang, kamu punya gebetan baru. Emang siapa gebetan barumu?” Tanya Andri. Adit terdiam, lalu berkata, “kalau aku kasih tahu, kamu jangan bilang ke siapa-siapa ya!” Seru Adit. “Dit, Adit, kita kan sudah bersahabat sejak kecil, masa kamu tidak percaya sama aku sih?” Andri berusaha meyakinan Adit. “Aku lagi suka sama Dita,” ucap Adit, pelan. ”Dita. Dita Rahastri anaknya pak Jara Kada, bukan? Tanya Andri. “Iya,” jawab Adit singkat. “Gila kamu Dit! Berani banget kamu mendekati anak pak Jara Kada,” sambung Andri. ”Habis gimana lagi Ndri. Kata orang, hadirnya cinta itu tak pandang apa dan siapa. Cinta hadir dengan kediriannya, yang menyeruap antara rasa dan rasa,” terang Adit berfilosofi. Andri terdiam, lalu menempelkan jari telunjuk ke dahinya. “Kenapa kamu Ndri, kesurupan?” Tanya Adit, saat menyaksikan tingkah aneh sahabatnya. Sambil tetap mengayunkan langkah, Andri menjawab. “Aku lagi membayangkan, kamu dijemur oleh pak Jara Kada di dekat tiang bendera, karena ketahuan mendekati anak kesayangannya.” Adit menyeringai. Setelah itu mereka berdua sama-sama tertawa lepas.

Andri kembali melanjutkan pembicaraan dengan gaya sok menasihati Adit. “Tidak usah hiraukan pak Jara Kada yang galak itu, Dit! Mari kita bulatkan tekat demi satu tujuan, yaitu hasrat untuk segera melepaskan diri dari jeratan status jomblo berkepanjangan, dengan berpegang kepada moto, maju tak gentar, walau gemetar!” Usai itu mereka berdua kembali tertawa. “Betul, betul, batul banget, Dri!” sambung Adit. Andri menambahkan. “Ingat satu hal lagi, Dit! “Rumah yang kosong aja menyeramkan. Apalagi hati yang kosong!” Sejenak dua remaja itu melongo, lalu kembali tertawa. “Bagian yang ini, asli ngena banget!” Tutup, Adit.

Tidak terasa rentang waktu, dua remaja itu telah tiba di kaki bukit. 

Andri dan Adit mulai melakukan pencarian kodok puru hutan di sekitar kebun milik Pakle Veyz. Menyisir semak belukar, di antara rerumputan hijau yang terhampar luas bagai permadani raksasa. Setelah cukup lama mengitari kaki bukit, dua jomblo bersahaja itu belum juga menemukan kodok puru hutan yang mereka cari.

“Capek, Dit. Kita istirahat dulu yuk!” Andri mengajak Adit melepas lelah di pondok kayu milik Pakle Veyznya, yang berdiri kukuh di tepi sungai kecil. Ketika istirahat, Andri dan Adit mendengar suara aneh di sekitar pondok. Suara itu terdengar sangat nyaring, parau, dan berulang-ulang.

“Pirroook.. kirrooo..ook!” “Pirroook.. kirrooo..ook!” “Pirroook.. kirrooo..ook!”

Mendengar suara aneh itu, Andri dan Adit melongo saling bertatapan, mereka serentak berkata, “Itu kan suara kodok puru!” Dua remaja itu bergegas mencari sumber suara. Kali ini Adit beruntung, ia menemukan satu ekor kodok puru hutan. Lalu disimpan di dalam kantong plastik bening yang sisinya diberi lubang kecil, sebagai ventilasi udara untuk bernapas si kodok.

Perjuangan Andri dan Adit belum selesai, sebab mereka baru mendapatkan satu ekor kodok puru hutan. Dengan semangat tinggi, Andri dan Adit terus melakukan pencarian. Kali ini pencarian mereka difokuskan di area sekitar sungai kecil, menyisir mengarah ke hulu.

“Dit, dit, itu ada kodok puru!” Seru Andri, sambil mengarahkan jari telunjuknya pada sebuah batu besar di tengah sungai. “Hayo kita tangkap!” Andri dan Adit berlari mendekati batu besar. 

Ketika mereka sampai di batu besar, tiba-tiba kodok tersebut melompat ke arah pinggir sungai. Andri dan Adit berusaha mengepung, tapi usaha mereka sia-sia. Kodok itu terus melompat menuju tanah lapang bekas longsor. Tak ingin kehilangan jejak, Andri dan Adit terus mengikuti arah lompatan kodok puru hutan buruannya.

Hingga tiba di tanah lapang bekas longsor, kodok itu terus melompat. Tapi ada yang aneh. Ketika berada di tanah bekas longsor, di setiap lompatan, kodok berubah menjadi tambah besar. Sampai pada lompatan kesepuluh, ukuran kodok sudah sebesar kerbau dewasa.

Andri dan Adit terpaku. “Ini tidak mungkin,” bisik Andri. “Kita nggak lagi mimpi kan? Coba kamu tampar muka aku, Dit! Beberapa detik kemudian, “plaaak! Aduuuuh!” jerit Andri kesakitan. “Ternyata ini bukan mimpi,” Andri menyeringai sambil mengusap bekas tamparan Adit, di pipinya. Dua remaja itu mulai ketakutan, ketika  kodok besar itu membalikkan badannya ke arah mereka.

“Pirroook.. kirrooo..ook!” “Pirroook.. kirrooo..ook!” “Pirroook.. kirrooo..ook!

Tiba-tiba kodok itu berbicara layaknya manusia. “Dengan kondisiku seperti ini, masihkah kalian ingin menangkapku?” tanya kodok besar. Andri dan Adit terpana, lalu mereka saling melempar pandang. “Kenapa kalian hanya diam?” Kodok besar kembali bertanya dengan suaranya yang terdengar parau. “Tidak usah takut padaku! Jika tujuan kalian baik, aku tidak akan menyakiti kalian.” Mendengar kalimat terakhir dari kodok besar, Andri dan Adit mulai sedikit tenang.

“Ka ka ka kami ke sini ingin mencari kodok puru hutan,” jawab Andri gugup.

“Apakah kalian pemburu yang ingin memusnahkan populasi dan habitatku?” Kodok besar kembali bertanya.

“Bu bu bu bukan! Kami tidak ada niat untuk itu. Kami tidak ingin kodok puru hutan punah, sebab kami sangat mencintai alam ini. Kami hanya mendapat tugas dari sekolah, untuk melakukan penelitian terhadap kodok puru hutan. Saat ini kami telah mendapatkan satu ekor kodok puru hutan. Yang kami perlukan dua, jadi kami butuh satu ekor lagi,” jawab Adit dengan terbata-bata.

“Sekarang aku percaya pada kalian berdua. Jika memang itu tujuan kalian, aku akan membantu kalian. Mendekatlah padaku! Anggap aku sahabat kalian, karena kita sama-sama mencintai alam.”

Andri dan Adit melangkah perlahan mendekati kodok besar.

“Perkenalkan nama kalian kepadaku,” ucap kodok besar. Setelah itu Andri dan Adit masing-masing menyebutkan nama mereka.

“Andri dan Adit. Nama yang bagus! Tapi kalian masih tampak ketakutan. Tidak usah takut kepadaku. Asal kalian tahu, aku juga memiliki selera humor yang cukup tinggi!” Mendengar pernyataan Kodok besar, Andri berbisik kepada Adit, “ternyata kodok juga memiliki selera humor, ya?” Setelah itu mereka berdua tersenyum kecil sambil menahan tawa.

“Kalian berdua tinggal dimana?” Tanya kodok besar. “Kami tinggal di desa Rawa Jolang,” jawab Andri dan Adit serentak. Sejenak kodok besar terdiam dan kembali bertanya. “Apakah desa yang sering mengadakan acara dangdutan itu bernama desa Rawa Jolang?” Andri dan Adit melongo, kali ini Adit yang berbisik kepada Andri. “Ternyata kodok juga tahu dangdutan.” Setelah itu mereka berdua tersenyum kecil sambil menahan tawa, lalu berkata.

“Iya, mbah kodok!”

“Jangan panggil aku mbah, emang kalian kira aku dukun!” Kodok besar sewot.

 “Bisakah kalian mencarikan nama yang pantas untukku?”

Setelah itu Andri dan Adit berunding untuk mencarikan nama yang pantas untuk kodok besar itu. Beberapa saat kemudian, mereka berdua memutuskan dua pilihan nama. Kali ini Adit yang berbicara.

“Bagaimana kalau kami memberimu nama Raja Kodok atau Pangeran Kodok?”

Sejenak kodok besar terdiam. “Bisakah kalian mencarikan nama yang lebih nyentrik dari itu? Sebab menurutku, nama Raja Kodok dan Pangeran Kodok itu terlalu mainstream.” Andri dan Adit terkekeh sambil berkata. “Wah, kodok juga tahu istilah mainstream!”

Andri dan Adit kembali berembuk, mencari nama yang pas untuk kodok besar itu. Mendadak Andri punya ide. “Kulit kodok besar itu terlihat sudah kendor (kendur), bagaimana kalau kita gabungkan menjadi satu, nama kodok dan kulit kendornya, sehingga menjadi Kondor?” Bisik Andri kepada Adit. “Wah, ide bagus tu!” Jawab Adit.” Sekarang giliran Andri yang menyampaikan langsung ide nama darinya, untuk kodok besar.

“Bagaimana jika kami memberimu nama Kondor?”

Mendengar itu, mendadak kodok besar sumringah. “Nama yang bagus, aku suka nama itu! Tapi menurutku nama itu terlalu pendek.” Andri mengerutkan dahi, sambil melihat muka Adit yang semakin acak-acakan. “Aku akan menyempurnakan nama kondor tersebut agar menjadi panjang dan terdengar indah,” bisik Adit kepada Andri.

 “Bagaimana kalau kami memberimu nama, The King of Kondor?”

Kodok besar tertawa kegirangan. “Nama yang bagus. Aku suka nama itu! Ya, The king of Kondor!

Andri dan Adit ikut senang melihat ekspresi gembira dari kodok besar.

Tidak lama berselang, tiba-tiba muncul segerombol kodok puru hutan ukuran kecil. Andri dan Adit kembali dihinggapi rasa takut. “Tak usah takut! Mereka semua adalah wargaku. Aku sengaja memanggil mereka ke sini untuk kalian,” ucap kodok besar menenangkan Andri dan Adit.

“Kalian telah berbaik hati memberikan nama yang sangat bagus untukku. Sebagai imbalan, aku akan membalas kebaikan kalian! Sila Katakan keinginan terbesar yang ada di hati kalian saat ini, kepadaku! Andri duluan yang menjawab, setelah itu Adit!” Seru Kodok besar.

“Aku ingin agar bisa lebih dekat dengan Putri!” Jawab Andri, spontan. Tidak mau ketinggalan, Adit menjawab dengan jawaban yang hampir sama maknanya. “Aku ingin Dita menjadi kekasihku!” Kodok besar mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban spontan dari dua jomblo bersahaja itu.

Tiba-tiba kodok besar berteriak, “musik!”

Gerombolan kodok kecil yang berkumpul, serentak bersuara saling bersahutan, membentuk nada-nada indah. Lalu kodok besar bernyanyi dan berjoget.

“Hidup tanpa cinta,
bagai taman tak berbunga,
aduhai begitulah kata para pujangga.”

  
“Adit, lanjutkan!” Teriak kodok besar. Sambil menggoyangkan pinggulnya, Adit pun bernyanyi.

“Hidup tanpa cinta,
bagai taman tak berbunga,
aduhai begitulah kata pak Jara Kada.”


 “Andri, lanjutkan!” Teriak kodok besar. Sambil bergoyang gergaji, Andri pun bernyanyi.


“Hidup tanpa cinta,
bagai taman tak berbunga,
aduhai begitulah nasib jomblo bersahaja.
Taman suram tanpa bunga!”


Saking bersemangatnya Andri, sampai-sampai celana yang dikenakannya berkali-kali melorot.


“Stop!” Teriak kodok besar. Seketika alunan musik yang berasal dari paduan suara kodok itu berhenti.

Kodok besar berkata. “Andri dan Adit! Tadi aku berjanji untuk membantu kalian. Sekarang aku akan memenuhi janji tersebut. Kalian tidak perlu bersusah payah untuk mencari satu ekor lagi kodok puru hutan. Sebab, aku akan memberi kalian satu prajurit terbaikku! Bukan hanya itu, sebagai simbol bersahabatan kita, aku juga akan memberi kalian satu ekor kodok puru super terbaik dan aku yakin kalian pasti sangat menyukainya. Kodok puru super terbaik ini sangat cocok untuk kalian jadikan peliharaan. Warnanya berbeda dengan warna kulit kami pada umumnya, tingkahnya berbeda dengan tingkah kami pada umumnya. Asal kalian tahu, kodok super ini adalah keturunanku yang akan meneruskan tahta kepemimpinanku kelak. Jadi, tolong kalian rawat dia dengan selayak-layaknya perawatan. Anakku ini kuberi julukan, Kondor Mahkota.” Tutup kodok besar.    

Kodok besar (The King of Kondor) memberi Andri dan Adit dua ekor kodok. Kodok prajurit berbentuk seperti kodok puru hutan pada umumnya. Sementara kodok super terbaik yang bernama Kondor Mahkota, memiliki tampilan yang sangat berbeda. Kulitnya lebih lembut, warnanya cerah memantulkan cahaya kemerahan dan tingkah lucunya tidak seperti kodok pada umumnya.

“O, iya. Hampir saja aku lupa,” Kodok besar melanjutkan. “Tadi aku bertanya tentang keinginan terbesar yang ada di hati kalian saat ini dan kalian telah menjawabnya. Aku bukan pesulap, yang bisa mengabulkan mimpi kalian dalam sekejap hanya dengan kata Abrakadabra. Namun, bukan berarti aku tidak mau membantu kalian. Aku punya masukan yang semoga berguna untuk kalian berdua. Kalian masih sangat muda. Saranku, sebaiknya kalian fokus belajar. Sebab yang namanya ilmu pengetahuan itu sangat berguna dalam mengarungi bahtera kehidupan. Ilmu pengetahuan akan menjadi jembatan bagi kalian untuk maraih sukses. Jika kalian sukses, semua perempuan terbaik pasti akan mengejar-ngejar kalian dan memimpikan kalian untuk menjadi pasangan hidup mereka. Namun, bila saat ini dengan memiliki kekasih bisa memotivasi kalian untuk lebih giat bersekolah dan belajar. Carilah perempuan yang menurut kalian paling baik.”

“Andri, Adit! jika Putri dan Dita adalah perempuan terbaik pilihan kalian. Dekatilah dia dengan sikap terbaik kalian. Jangan membuatnya merasa risih, jika ada di samping kalian. Buat dia senyaman mungkin ketika berada di dekat kalian. Tunjukkan jika kalian pantas menjadi kekasih mereka. Ingat! Kalian harus percaya diri. Anggap diri kalian sebagai lelaki terbaik di bumi ini, tapi jangan libatkan kesombongan di dalamnya. Pesan terakhirku untuk kalian berdua. Gantungkan cita-cita kalian setinggi mungkin, namun biarkan hati kalian tetap rendah.”

“Pengawal! Tolong antarkan dua sahabatku ini hingga perbatasan desa Rawa Jolang!” Tutup The King of Kondor mengakhiri pembicaraannya. Setelah itu Andri dan Adit melangkah pulang dengan dikawal sekumpulan prajurit kodok puru terbaik, hingga perbatasan desa Rawa Jolang.

Di tengah perjalanan pulang. Andri dan Adit berembuk untuk menetapkan siapa yang akan merawat Kondor Mahkota, pemberian spesial dari The King of Kondor. Dari hasil rembukkan itu memutuskan, Andri lah yang akan mengurus dan memelihara Kondor Mahkota.

* * *

Detik berlalu mendendangkan waktu. Semenjak kejadian di kaki bukit itu, Andri dan Adit menjadi lebih optimis menjalani hidup dengan sikap percaya diri yang sangat tinggi. Semua itu terlihat dengan meningkatnya nilai pelajaran mereka di sekolahan.

Andri mulai dekat dengan Putri, begitu juga Adit mulai sering mengerjakan tugas bareng dengan Dita. Namun, masing-masing mereka belum terikat dengan status pacaran.

Ada yang berubah dari sikap Andri, semenjak ia dekat dengan Putri. Andri yang biasanya sangat rajin merawat Kondor Mahkota, belakangan sering mengabaikannya, bahkan pernah beberapa kali Kondor Mahkota tidak diberi makan oleh Andri.

Di waktu bersamaan, desa Rawa Jolang mengalami kemarau panjang. Musim paceklik mengancam. Hasil panen penduduk setempat menurun drastis, bahkan ada yang gagal panen total. Begitu pula dengan hewan ternak, banyak yang mati mendadak. Stok air bersih menipis, bahkan nyaris habis, karena sumur-sumur milik warga ikut mengering. Wabah penyakit mematikan turut mengancam keselamatan warga. Satu per satu penduduk Rawa Jolang meninggalkan rumah mereka dan pindah ke desa lain yang lebih subur.

“Ini adalah kemarau terparah sepanjang sejarah,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat desa Rawa Jolang.  

Dalam situasi yang genting itu. Ada beberapa kelompok warga yang coba memprovokasi warga lainnya dengan mengatakan, bahwa Kondor Mahkota peliharaan Andri lah yang mengundang bencana besar itu datang ke desa mereka. Entah siapa yang memulai, di antara mereka ada yang berniat untuk mengusir Andri dan keluarganya dari desa Rawa Jolang. Rencana jahat tersebut diketahui oleh Adit, yang segera melaporkannya kepada tokoh masyarakat dan pemuka agama. Tapi sayang, nasihat dari tokoh masyarakat dan pemuka agama tidak digubris oleh kelompok warga yang berniat jahat tersebut.

“Turunkan amarah kalian semua! Saya katakan dengan tegas. Tidak mungkin seekor kodok mampu mendatangkan bencana,” begitu himbauan dari seorang tokoh masyarakat kepada warga yang tengah diselimuti amarah. Setelah itu pemuka agama menambahkan, “bencana besar ini adalah ujian dari Yang Maha Kuasa untuk kita semua. Kita harus melewati ujian ini dengan sabar dan tabah! Jadi, mari sama-sama kita introspeksi diri dan menjadikan bencana ini sebagai jembatan untuk meningkatkan keimanan kita kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui segala rahasia di langit dan di bumi. Jangan sekali-kali kalian percaya dengan yang namanya tahayul, karena itu adalah dosa besar!” Begitu nasihat dari pemuka agama. Namun tidak juga menyurutkan niat jahat dari kelompok warga yang udik tersebut.

Khawatir dengan keselamatan sahabat karib beserta keluarganya. Malam itu Adit bergegas memberi tahu Andri. Atas informasi dari Adit itu, pukul lima subuh, Andri, mak Ratna, dan Pakle veyznya secara diam-diam meninggalkan rumah. Mereka mengungsi ke desa tetangga yang jauh di balik bukit, arah timur dari desa Rawa Jolang.  

Dan hal yang tidak diinginkan itupun terjadi. Benar saja, pukul tujuh pagi, warga yang udik itu telah berkumpul di depan rumah Andri. Mereka meminta Andri beserta keluarganya keluar dan menyerahkan Kondor Mahkota kepada mereka. Lima belas menit beraksi, mereka tidak mendapat jawaban dari yang punya rumah. Sampai akhirnya mereka mendobrak pintu, lalu mengacak-acak isi rumah.

Di kamar belakang, mereka menemukan Kondor Mahkota, yang lupa dibawa oleh Andri ketika ia meninggalkan rumah saat subuh. Warga udik yang menemukan Kondor Mahkota itu, lalu membawanya ke halaman depan rumah. Di situ mereka secara bergantian menyiksa Kondor Mahkota, hingga tewas. Belum puas dengan aksi barbarnya, mereka lantas membakar rumah yang telah ditinggalkan penghuninya itu dengan sangat kejinya.

Satu jam setelah kejadian, muncul gerombolan kodok puru hutan yang turun dari kaki bukit, dengan jumlah yang sangat banyak. Warga Rawa Jolang ketakutan, seketika pemukiman mereka dipenuhi kodok. Di kamar, di dapur, di ruang tengah, di halaman depan, semua penuh dengan kodok puru hutan. Warga berhamburan keluar dan meninggalkan desa penuh kodok itu. Dalam hitungan menit, desa Rawa Jolang berubah menjadi desa mati tanpa penghuni. Yang terlihat hanya gerombolan kodok puru hutan. Setelah itu, tidak ada seorangpun yang berani tinggal di sana.

Hingga sekarang, penduduk sekitar menyebut desa penuh kodok itu dengan nama, RAWA KONDOR.

Note:
*Kata Jolang diambil dari singkatan Jomblo Petualang.
*Plesetan syair lagu Kata Pujangga ciptaan Rhoma Irama.

Bandung, Januari 2015


TM Hendry, s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar