![]() |
Image Google |
Malam itu Ibu menelpon
dan memberitahu aku, tiga hari lagi mbak Fira kakakku yang paling tua mau
pindah ke rumah barunya. Kebetulan aku memang lagi cuti kerja, Ibu memintaku
pulang kampung ke Jogja.
“Hari minggu mbakyumu
pindah rumah, pulang ya, Nak! Sekalian Ibu mau mengenalkan kamu sama anaknya
pak Rudi.”
Sejenak aku terdiam
mendengar ujung kalimat yang diucapkan Ibu. “Ibu pasti mau menjodohkan aku
lagi,” pikirku.
“Widi ndak suka dijodoh-jodohkan kayak gitu,
Bu,” aku berusaha menolak rencana Ibu, namun Ibu terus membujuk.
“Anaknya pak Rudi itu
tampan loh, baik. Pokoknya serasi banget sama anak Ibu yang cantik ini.”
Setelah itu aku tidak
tahu harus berkata apalagi
memberi pengertian kepada Ibu. Aku tidak suka dengan rencana ibuku, tapi aku juga tidak ingin Ibuku kecewa. Belum
sempat aku menjawab, Ibu kembali berkata. “Perjodohan kalau sama-sama cocok apa
salahnya. Kalau tidak cocok, ya ndak usah diteruskan.” Begitu cara Ibu
meyakinkan aku. Cukup
lama aku terdiam dan berpikir, sebelum aku menyetujui permintaan Ibu.
Aku tidak habis pikir, kenapa Ibu
begitu semangat memintaku untuk segera menikah? Padahal usiaku masih sangat
muda. Baru seminggu yang lalu aku merayakan ulang tahunku yang ke dua puluh satu. “Aah sudahlah, orang tua manapun
pasti ingin melihat anaknya bahagia. Jika anaknya bahagia, sebagai orang tua ia
juga pasti ikut bahagia,” pikirku.