Jumat

Real Jokes (Jilid III)



Setelah Real Jokes Jilid I dan II, akhirnya yang Jilid III pun usai dikocok-kocok. Tapi ingat, bukan untuk ditiru, apalagi tanpa pengawasan orang dewasa.:D

Langsung TKP saja ya!

Kisah ini terjadi tahun 2004 di kota hujan. Pukul 20:00 wib setiap malam sabtu adalah jadwal latihan band saya dan teman-teman. Seperti minggu-minggu sebelumnya, 15 menit sebelum pukul 20:00 wib, saya dan pasukan sudah standby di halaman studio musik tempat kami biasa nangkring. Di halaman depan studio memang disediakan bangku tempat duduk untuk yang lagi antre menunggu giliran latihan. Ketika menunggu itu, saya dan pasukan mendapatkan kenalan baru, cewek kece tentunya, wehehehee, inisialnya DW. Si DW lagi menunggu temannya yang lagi latihan. Cerita punya cerita dan olah punya olah, si DW begitu sangat cepat akrab dengan saya, pun begitu sama teman-teman saya. Gombal punya gombal dan rayu punya rayu, ujung-ujungnya si DW pun bersedia menemani saya dan teman-teman sampai usai latihan, dengan catatan salah seorang dari kami harus ada yang bersedia mengantarkannya pulang.


Satu jam berlalu, acara teriak-teriak di studio musik. Setelah selesai dan keluar dari studio, si DW pun menagih janji semula, “Jadi siapa ni yang mau ngantarin gue pulang?” Otak saya pun muter-muter, karena dalam pikiran saya sebelumnya, di studio biasanya banyak motor nganggur (baca: yang bisa dipinjam) wahahhaa, tapi pas malam itu strategi benaran keliru, terbukti parkiran sebelah studio nyaris kosong. Lebih parah lagi malam itu tidak satupun di antara kami yang membawa motor. Karena memang jarak rumah kami tidak terlalu jauh dari studio tempat latihan. Lain halnya dengan si DW, yang rumahnya cukup lumayan jauh jaraknya dari studio tempat kami latihan.

Berpikir keras sambil menikmati hidangan nasi goreng yang stay di depan studio. Janji adalah janji dan itu harus ditepati, begitu juga tanggung jawab. Satu pilihan terlintas di pikiran saya, karena memang tidak ada pilihan lain. Demi sebuah tanggung jawab, naik angkot adalah pilihan terakhir dan satu-satunya. Saya dan pasukan pun berembuk untuk menentukan siapa salah seorang di antara kami yang akan mengantarkan si DW pulang. Musyawarah berakhir buntu. Jika ada motor, banyak yang mau ngantarin, tapi kalau naik angkot, tidak satupun yang bersedia, waduuuh! 

Terbentang satu opsi lagi, saya dan pasukan menyepakati bahwa saya dan teman saya yang berinisial JN yang akan mengantarkan si DW pulang. Tidak lama menunggu, melintaslah angkot jurusan yang menuju ke rumah DW. Si DW naik duluan, disusul si JN. Setelah itu saya teriak, “jalan mang!” Jadi saya tidak ikut serta dalam angkot yang nyaris penuh itu.

Saya dapat melihat wajah si JN melongo lewat jendela angkot, sambil teriak walau tidak terdengar, tetapi dapat saya terjemahkan. Isi teriakannya adalah “gobloook!” waihahahhahaha. Kenapa si JN begitu sangat marah kala itu? Padahal selama DW ada bersama kami dari semenjak kenalan, dia (JN) adalah orang yang paling aktif mendekati DW. Harusnya kan dia (JN) senang. Usut punya usut, ternyata malam itu si JN tidak membawa uang satu rupiah pun. Bahkan untuk bayar biaya naik angkot saja ia tidak punya, wahahahahahahaha kah kah kah kah. (Saya tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu).:D

**

Masih di tahun yang sama (2004). Setiap minggu shubuh, mayoritas penduduk kota hujan menghabiskan pagi sambil jogging di sekitaran Kebun Raya dan finish di lapangan Sempur untuk senam bersama. Begitu juga saya dan pasukan, pun melakukan hal yang sama. Pagi itu saya dan pasukan bangun sedikit terlambat. Pukul 06:00 kami baru berangkat. Dandanan sudah seperti olahragawan profesional, bahkan melebihi atlet profesional. Bedanya, kalau atlet dan kebanyakan orang, joggingnya bermandikan keringat, tetapi kami waktu itu malah anti dengan yang namanya keringat, malah cenderung wangi, wahahahahaha (beda niat memang) minggu pagi di sempur banyak cewek cakep sih.:D

Petaka terjadi ketika usai jogging dan korbannya saya kali ini masih teman yang berinisial JN. Ketika pulang jogging saya dan pasukan mampir dulu ke rumah teman yang berinisial DN, yang kebetulan di depan rumahnya ada toko milik orang tuanya. Yang kebetulan lagi pas kami datang pagi itu, si DN lagi berada di dalam toko tersebut dengan rolling door baru dibuka setengah (setinggi pinggang orang dewasa). Si JN masuk duluan dan berdiri di depan etalase, menghadap ke dalam toko, membelakangi jalan yang dipenuhi angkot yang lalu lalang.

Melihat screen seperti itu, muncullah ide jail saya. Apakah itu? Tidak lama berpikir, bergerak bak halilintar, celana pendek JN pun melorot secepat kilat, wahahahahhahaa, tersangkanya adalah saya, wahahhahahahaa. Dan yang membuat pasukan tidak henti tertawa adalah rolling door yang baru terbuka setengah pinggang, membuat si JN serba salah. Jika ia jongkok untuk menaikan celananya, wajahnya akan terlihat oleh  pengguna jalan, wahahahahhaha. Dalam posisi serba salah, antara bingung atau malu, si JN pun bernyanyi dengan sangat merdu, “TM goblok, TM seta*n, TM sialan, TM brengs*k” dan semua jenis jin pun disebutkannya, waihahahhahahahahaa.

***

Masih seputar studio tempat saya dan pasukan latihan band (tahun 2004). Teman saya SR datang menemui saya yang kebetulan waktu itu dalam posisi jomblo. Dia bilang, ada sepupu ceweknya yang berinisial AM pengen kenalan sama saya. Tanpa berpikir panjang, nomornya pun mendarat di phonebook hp butut saya. Sebagaimana gaya khasnya sang Pangeran Brengs*k, walau nomornya sudah didapat, pantang yang namanya menelepon duluan (maklum sok jual mahal) wehhehehhee. Dan SR pun mengatur perkenalan, tanpa bertatap muka hanya lewat telepon. Akhirnya saya dan si AM pun berkenalan. Setelah kenalan, yang membuat saya kesal adalah si SR pun belum tau komok (baca: wajah) sepupu pacarnya itu seperti apa, karena ia (AM) memang tidak menetap di Bogor dan nomor si AM didapat SR dari ceweknya, waduuuh!

Semangat orang yang lagi merindukan bidadari hati, tidak bisa dikalahkan oleh pikiran ini itu nan penuh tanya, serta rasa penasaran yang membara, “si AM seperti apa sih?” Komunikasi terus berlanjut,  dengan sewajarnya. Seminggu berlalu, melayang kabar gembira, jika AM mau liburan ke Bogor. Dalam hati, akhirnya tak lama lagi rasa penasaran akan terhapus, wehhehehhee. Dan hari yang dinanti pun tiba. Sore itu saya berangkat ditemani sobat saya JN dan kami janji ketemuan di Jembatan Merah.

Saya dan JN yang datang lebih awal memutuskan untuk nangkring terlebih dahulu ke toko buku yang ada di lantai 3 Plaza. Lagi asyik ngobok-ngobok buku, hp saya berdering, menandakan ada pesan baru yang masuk. Isinya “TM, aku sudah di depan plaza, dekat ATM” begitulah lebih kurang isi pesan dari si AM yang mendarat di inbox hp saya. Saya berinisiatif, (akal bulus) wahahhahaha, saya meminta si JN  turun terlebih dahulu untuk melihat dan mendata, “si AM seperti apa sih, kalau oke gue turun. Kalau nggak oke, gue males turun” wahahahaha (mohon dimaafkan ya sobat, jangan ditiru, maklum waktu itu saya masih muda banget) darah muda, wahahahahaa. Si JN ke bawah tidak saya suruh untuk menemui si AM. Saya hanya memintanya untuk missed call saja beberapa kali, sampai ketahuan orangnya seperti apa.

Beberapa menit berlalu, si JN pun muncul lagi kelantai 3 sambil mengangkat jempol, “keren TM, sumpah, aing oge lemes ningalna” Wah, darah juang saya pun berkobar. Tanpa aba-aba, langsung meluncur ke bawah menuju tempat yang telah dijanjikan semula. Di pojok plaza, dekat mesin ATM, saya melihat seorang perempuan lagi duduk dengan posisi membelakang ke arah saya yang keluar dari pintu depan Plaza. Tebakan saya, perempuan yang duduk itu pasti si AM dan saya pun mendekat, tepat berdiri di belakang perempuan tersebut. Tombol hijau hp langsung diteken untuk melakukan panggilan. Benar saja, berbarengan dengan itu hp perempuan yang lagi membelakangi saya berdering berkali-kali, sama persis jumlahnya dengan panggilan keluar yang saya lakukan kala itu.

Jreng jreng, si perempuan itu pun melongo ke arah saya sambil menunjuk penuh tanya, “ TM ya?” Saya sempat geleng dulu, sampai akhirnya ngangguk, wahhahahahaha. Saya menoleh ke arah belakang, saya melihat si JN lagi ketawa puas sambil megangin perut. Kenapa? Karena benaran saya tidak tau, ternyata si Teh AM itu umurnya jauh, bahkan sangat jauh lebih tua dari saya, wahahahhahahahahaha aseeeeeem, kali ini saya yang dikerjain.

****

Sekian dulu Real Jokes kali ini, sampai ketemu lagi di Real Jokes berikutnya.:)

*****

Extra time

Seorang bapak-bapak marah kepada Dokter setelah cek darah.

Bapak : Bagaimana dengan darah saya, Dok?

Dokter: Darah bapak terlalu tinggi.

Bapak : Berapa tinggi darah saya, Dok?

Dokter : Tensi darah bapak 180.

Bapak : Dokter ini gila ya? Sekolah dimana sih? Tinggi saya saja cuma 160, terus yang 20 lagi nyimpannya di mana?

Dokter   : ~!@&*&%^ Lo yang gila!

wahahahahahahhaa, sampai jumpa! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar