Image: dreams.co.uk |
(Jin Ifrit)
Mak Ratna histeris ketika
mengetahui wajan yang sedang ia gunakan untuk menggoreng ikan, hilang begitu
saja di atas tungku.
“Aaaaaaaaaaaaach, auw auw, wajanku!”
Mendengar mak Ratna
histeris, pakle Veyz yang tengah merenovasi kandang ayam, berlari secepat
bayangan menuju dapur.
“Ada opo toh, mbakyu?” tanya pakle Veyz.
“Anu … wajan hilang.”
“Pasti salah nyimpan.”
“Salah nyimpan opo? Orang tadi wajannya lagi mbak pakai
menggoreng ikan. Baru saja mbak tinggal nyuci sendok, pas balik, wajannya sudah
hilang, dicuri orang kali ya?”
“Wah … ndak yakin aku ada
orang mau mencuri wajan burik bopeng.”
“Sembarangan dik Veyz iki kalau ngomong. Itu wajan bersejarah,
kado ulang tahun dari mantan gebetan
mbak dulu.”
“Kado ulang tahun wajan? Romantis banget … asmara bumbu dapur!” Pakle Veyz terpingkal-pingkal.
Mak Ratna emosi hingga
kebakaran bulu ketek usai diledek pakle Veyz. “Bukan masalah romantis ... ulang
tahun ngasih bunga, ulang tahun ngasih coklat, aaaaach, itu cara lama, kuno! Yang super spesial itu anti mainstream, ya ngasih …”
“Wajaaan!”
potong pakle Veyz sambil menunjuk ke arah lemari.
“Ngeledek lagi ya!” ucap mak
Ratna mengacungkan sendok penggorengan.
“Bukan, itu wajan!”
Kemudian ekor mata mak Ratna
mengikuti arah telunjuk pakle Veyz.
“Buju buset!”
Mak Ratna dan pakle Veyz kaget
melihat wajan berisi minyak dan ikan, tergeletak di atas lemari yang berada di ruangan tengah.
“Dasar maling kurang
kerjaan,” umpat mak Ratna.
Kemudian pakle Veyz bergegas
keluar. Hanya sebentar, pakle Veyz kembali ke dalam rumah menenteng tangga
bambu. Ketika hendak meletakkan tangga di samping lemari, pakle Veyz terkesiap.
Ada Andri tertidur pulas di atas karpet yang terhampar persis di depan lemari.
“Waduh, ini bocah pulang
sekolah bukannya ganti baju, malah molor,” gumam pakle Veyz. “Le, bangun!”
Andri yang masih mengenakan seragam putih merah, anteng mendengkur.
Setelah berhasil
membangunkan Andri, pakle Veyz menurunkan wajan, kemudian mengembalikannya ke
tungku dapur.
***
Andri berlari kecil di halaman
rumah, sambil menggendong tas berisi buku pelajaran di punggungnya, siswa kelas
lima SD Negeri Suka Gitu tersebut bernyanyi-nyanyi riang. Di pintu masuk rumah,
Andri berpapasan dengan pakle Veyz.
“Le, kalau pulang sekolah
ganti baju dulu, makan, abis itu kalau mau tidur siang, baru tidur siang ya.”
“Iya, Pakle,” balas Andri
singkat.
Andri mengikuti nasihat pamannya, setelah
ganti baju dan makan, kemudian bersiap-siap tidur siang. Saat hendak tidur, Andri
dikagetkan oleh suara teguran pakle Veyz.
“Ooops, tunggu
dulu! Mau tidur ya?”
“Iya, Pakle.”
“Ingat pesan pakle tadi
enggak?”
“Ingat, pakle nyuruh ganti
baju, sama makan dulu sebelum tidur siang.”
“Udah ganti baju?”
“Udah.”
“Udah makan?”
“Udah.”
“Kok celananya enggak
diganti?”
“Ooo, sama celana juga ya,
Pakle?”
Pakle Veyz melongo.
Lima belas menit kemudian.
Pakle Veyz iseng mengintip
Andri dari pintu masuk, untuk sekadar memastikan apakah keponakannya tersebut
sudah mengikuti nasihatnya. Pakle Veyz senyum bangga, Andri sudah mengganti
baju dan celana seragamnya sebelum tidur siang. Ketika hendak balik badan,
pakle Veyz merasakan sesuatu yang aneh.
“Ini pintu rumah, kok mirip banget sama pintu kandang ayam,” gumam pakle Veyz. Kemudian pakle Veyz berlari ke
belakang menuju kandang ayam. Mata pakle Veyz terbelalak, ternyata
penglihatannya benar, pintu kandang ayam tertukar dengan pintu rumah.
“Waduh, kerjaan siapa ini?” batin pakle Veyz. “Mbak! Mbakyu!” pakle Veyz berlari menuju dapur
sambil memanggil mak Ratna.
“Ada apa toh dik Veyz?”
“Mbakyu yang nukar pintu
kandang ayam sama pintu rumah?”
“Nukar opo?”
Keanehan sehari sebelumnya
kembali terulang. Kemarin wajan pindah dari tungku ke atas lemari, sekarang
pintu masuk rumah tertukar dengan pintu kandang ayam, dan ini drama banget,
drama Pintu Yang Ditukar.
“Ini enggak mungkin kerjaan
maling,” ucap mak Ratna. “Ini pasti kerjaannya jin.”
“Jin tomang?”
“Jin iprit!”
“Walah dalah.”
Hari berikutnya kembali
terjadi keanehan yang sama. Sofa ruang tamu pindah ke sumur, isi lemari piring
tertukar dengan isi lemari baju, kandang ayam pindah ke kandang kambing, kambing
pindah ke kandang bebek, bebek pindah ke kandang sapi, sapi pindah ke kandang
kerbau, kerbau pindah ke pluto.
Sebuah tanya tak terjawab, orang
iseng atau benarkah jin Iprit yang membuat ulah? Mak Ratna dan pakle Veyz mulai
kelimpungan menyikapi segala keanehan yang terjadi. Hingga sebuah pertanyaan
muncul di kepala pakle Veyz.
“Kenapa semua keanehan itu
terjadi selalu ketika Andri sedang tidur?”
Saat pakle Veyz menyampaikan
pertanyaan itu kepada mak Ratna, terjadi perdebatan. Mak Ratna menolak
mentah-mentah kecurigaan pakle Veyz yang menduga bahwa Andri pelaku dari semua
keanehan yang terjadi.
“Yo ndak mungkin Andri
melakukan itu?”
“Aku kan cuma menduga saja, mbakyu.
Ndak ada salahnya kita buktikan dulu. Besok kalau si Tole tidur siang kita
pantau.”
“Yo wes.”
Siang berikutnya.
Setelah Andri mengganti baju
sekolah dan makan, mak Ratna dan pakle Veyz mulai melakukan pemantauan.
Mak Ratna bersembunyi di balik sofa, pakle Veyz bersembunyi di Singapore (kejauhan ya?) pakle Veyz sembunyi di
balik lemari.
Tampak Andri mulai
mengusap-usap mata seperti orang mengantuk, kemudian duduk, jongkok, nungging,
abis itu terkapar di atas karpet ruang tengah.
“Zzzzzzzzzz”
Sepuluh menit kemudian Andri
berdiri, dengan mata terpejam ia melangkah menuju belakang rumah, sampai di belakang
rumah ia meraih ember, lalu melangkah menuju tali jemuran.
Mak Ratna dan pakle Veyz
terbungkuk-bungkuk mengikuti Andri. Saat Andri hendak memindahkan jemuran
berikut tiang-tiangnya ke dalam ember, mak Ratna menggumam.
“Ternyata ini Jin Iprit-nya.”
Secepat bayangan mak Ratna
dan pakle Veyz berlari mendekati Andri.
“Le, banguuuuuuun!”
***
Mak Ratna dan pakle Veyz
membawa Andri ke Mantri untuk diperiksa.
“Anak Ibu mengalami somnabulisme, sleepwalking.”
“Rebusme kepiting
itu penyakit, pak?” tanya mak Ratna bersemangat.
Mantri nyengir sebelum
kembali menjelaskan. “Artinya gangguan tidur atau suka berjalan dan melakukan
sesuatu saat tidur. Tapi Ibu tidak usah khawatir, gangguan tersebut tidak
berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya saat anak Ibu memasuki usia
remaja.”
“Lah walah dalah!
Pak Mantri bilang tidak berbahaya?”
“Ya, gangguannya memang
tidak berbahaya.”
“Tidak bahaya pigimana?” balas mak Ratna ketus. “Wajan
yang lagi dipakai buat menggoreng ikan dipindahin sama anak saya ke atas
lemari. Pintu depan rumah diganti sama pintu kandang ayam. Saat pakle-nya lagi
mandi, kamar mandi dipindahkan sama anak saya ke depan rumah pak Lurah. Kemarin
yang terakhir, kamar saya mau dipindahkan ke lapang bola, enggak bahaya
bagaimana maksud Bapak? Apa pak Mantri mau tanggung jawab jika tiba-tiba rumah
saya satu-satunya dipindahkan oleh anak saya ke Alaska, kami kan enggak bisa
bahasa Amirika (Amerika). Di sana mana ada yang jual ikan asin, kalau saya
pengin makan ikan asin, mau beli di mana? Mikir dong pak Mantri!”
Pak Mantri mangap-mangap,
kejang-kejang, kemudian matahari merah jambu dalam bahasa Inggris (baca: pink sun).
Menyerahnya Mantri mengobati
Andri, tidak membuat mak Ratna ikut menyerah mencari jalan, agar penyakit keluyuran
saat tidur anak semata wayangnya itu bisa sembuh. Berbekal info dari tetangga,
mak Ratna mendatangi rumah orang setengah pintar, namanya Taat Pribumi, dari
info yang didapat mak Ratna, konon katanya ki Taat Pribumi punya kemampuan
menggandakan tokek.
Mak Ratna ditemani pakle
Veyz membawa Andri ke tempat praktek Ki Taat Pribumi. Suasana angker mulai terasa
ketika mereka menginjakkan kaki di halaman rumah. Aroma magis, aroma mistis,
juga aroma theraphy.
Kehadiran mak Ratna, pakle
Veyz, dan Andri disambut langsung oleh ki Taat Pribumi.
“Saudara mau menggandakan apa?” tanya ki Taat Pribumi.
“Keponakan saya, ki,” balas
pakle Veyz spontan.
“Buju buneng!
Dik Veyz apa-apan sih,” mak Ratna
memelototkan matanya ke arah pakle Veyz. “Begini, Ki. Anak saya ini kalau tidur
suka bikin rusuh, kadang jalan-jalan, ya traveling
begitulah.” Mak Ratna bercerita panjang lebar kepada ki Taat Pribumi tentang
penyakit sleepwalking Andri.
Setelah batuk dan membakar
menyan, ki Taat Pribumi berkata.
“Saya punya solusi untuk
anak Ibu.”
Kemudian ki Taat Pribumi
membawa Andri ke ruangan khusus. Lima belas menit berada di ruangan khusus, ki
Taat Pribumi dan Andri keluar.
“Bagaimana, Ki … anak saya
sudah sembuh?”
“Sudah! Barusan anak Ibu
sudah saya gandakan, yang aslinya sudah saya kempeskan, nah ini duplikatnya sila
bawa pulang. Kalau bisa sekarang juga Ibu bawa, sebelum tampat praktek saya ini
hancur gara-gara anak Ibu.”
“Iya, iya, Ki ... berapa
bayarnya?” tanya mak Ratna.
“Enggak usah bayar!” balas ki
Taat Pribumi dongkol.
Bagaimana tidak dongkol,
ketika masuk ruangan khusus tempat ki Taat Pribumi berpura-pura mengobati pasiennya,
Andri malah tidur, sleepwalking sambil
mengacak-ngacak ruang praktek ki Taat Pribumi, Tengkorak palsu yang terpajang
di atas meja, ia coret-coret menggunakan spidol permanen, dibubuhi kumis, jenggot,
juga alis palsu. Lemari, dinding dan lantai semua berantakan tidak berbentuk.
Mak Ratna, pakle Veyz, dan Andri
tergopoh melangkah keluar dari ruangan ki Taat Pribumi. Saat berada di depan pintu, Andri terdiam.
“Kenapa kamu, le?” tanya mak
Ratna.
“Sebentar, mak sama pakle
tunggu di sini.”
Lima menit kemudian Andri
kembali.
“Abis dari mana kamu, le?” tanya
pakle Veyz penasaran.
“Abis mindahin ki Taat
Pribumi ke sel MABES POLRI,” jawab Andri santai.
***
Cara sederhana yang
terlupakan oleh mak Ratna dan pakle Veyz terbukti ampuh membuat Andri lepas
dari kebiasaan sleepwalking. Seperti
baru tersadar, kekuatan doa melebihi dahsyatnya ledakan bom atom. Rajin berdoa
sebelum tidur, setelahnya Andri tidak lagi mengalami sleepwalking.
Bandung, 22 Oktober 2016
TM Hendry, s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar