Image clipartlord.com |
Motor WIN pelat merah
melaju pelan membelah jalan berkerikil di kaki bukit. Dengan sikap berkendara
super hati-hati, pak Kades meliuk-liuk menjaga keseimbangan agar tidak
tergelincir. Jalan tanah berlubang, kerikil dan batu berbagai ukuran menjadi
penghalang yang membuat kendaraan dinas pak Kades tidak bisa melesat cepat. Siang
itu pak Kades hendak menemui warga yang akan mendapat bantuan dari pemerintah
pusat berupa sapi yang didatangkan langsung dari Inggris.
“Mau ke mana, pak
Kades?” sapa pakle Veyz berjongkok memancing ikan gabus di rawa-rawa tepi
jalan.
Mendengar suara
seseorang menyapa, spontan pak Kades memalingkan wajah, tangan kirinya reflek
menekan tuas kopling, membuat motor yang ia kendarai meluncur mulus dan baru
berhenti ketika ban depan terjerembat masuk ke lubang jalan. Pak kades pun
tersungkur bersama motor dinasnya.
“Oooiiii! Kalau mau nyapa
lihat-lihat dong!”
Pakle Veyz
menancapkan joran pancing ke tanah, bangkit, mengangkat pinggang celana agar
tidak melorot, kemudian bergegas menolong pak Kades.
“Pak Kades enggak
apa-apa?”
“Rasanya sih enggak
apa-apa.”
Saat memapah pak
Kades ke sisi jalan, ekor mata pakle Veyz melihat joran pancingnya
bergerak-gerak. Tidak ingin kehilangan momen, pakle Veyz berlari secepat
bayangan mendekati joran, agar ikan yang memakan umpannya tidak kabur.
“Sebentar pak Kades.
Pancing saya dimakan ikan!” ucap pakle Veyz meluncur ke tepi rawa.
“Aduuuh! Kamu ini
menolong setengah-setengah!”
“Sebentar doang!”
“Orang mancing tidak
akan maju!”
“Cuma hobi saja kok
pak Kades. Maju atau tidaknya seseorang tergantung apa yang dia usahakan. Kalau
gigih pasti maju”
“Saya bilang enggak
mungkin maju, benar itu. Kalau orang mancing maju, yo tercebur toh dik Veyz.
Coba kamu maju!”
Pakle Veyz ketawa
terbahak-bahak. “Pak Kades lucu juga yo.”
“Saya ke sini membawa
kabar gembira untuk kamu.”
“Pak kades serius?”
tanya pakle Veyz sambil menarik tali pancing yang disambar ikan.
“Ho uh! Kamu dapat
bantuan sapi dari pemerintah”
Melongo histeris
tanpa suara, kemudian pakle Veyz melemparkan joran pancing ke dalam rawa. Kabar
gembira yang dibawa pak kades mengalahkan daya tarik ikan yang memakan umpan.
“Pak Kades baik-baik
saja kan?” Pakle Veyz berkata sembari menyeka baju dinas pak Kades yang kotor
setelah terjungkal dari motor.
“Mhmhm, kalau kamu enggak
mau menerima bantuan itu, biar saya kasih sama yang lain.”
“Siapa bilang saya
enggak mau? Mau saya pak Kades, mau banget!”
“Tadi kamu lebih
milih mancing.”
“Ooo, itu biar lucu
aja pak Kades … cerita ini kan komedi, lanjutan Korenah I dan Korenah II, nah
yang ini Korenah III.”
Pak Kades
manggut-manggut persis perkutut minta kawin. “Pengarang cerita ini keren
enggak?” tanya pak Kades.
“Keren sih, tapi cowok
…”
“Udah udah, enggak
usah dilanjut! Abaikan pengarang enggak mutu itu, tak kira cewek kece. Sekarang
kamu ikut saya ke kantor untuk mengisi data persyaratan.”
“Sapinya mana?”
“Isi data dulu, sapi nyusul
minggu depan.”
Setelah itu pak Kades
dan pakle Veyz berangkat menuju kantor desa.
***
Seminggu kemudian…
Pukul satu siang,
Pakle Veyz ditemani Andri gelisah duduk di teras kantor desa. Mereka tengah
menunggu sapi bantuan dari pemerintah pusat. Berdasar informasi dari pak Kades,
sapi bantuan itu mau dikirim siang selepas lohor.
“Sapinya pasti gede,”
ucap pakle Veyz.
“Namanya juga sapi
bantuan, pasti kecil, Pakle” balas Andri.
“Sapi ne bule, dari Inggris loh, pasti gede.”
Tiba-tiba ada truk berhenti
di depan kantor desa memutus percakapan. Pakle Veyz dan Andri berlari mendekati
truk.
“Bawa sapi ya, pak?”
tanya Andri pada sopir truk.
“Sok tahu! Orang bawa
gabah,” balas sopir dengan ekspresi wajah mengejek.
Pakle Veyz dan Andri
mendadak lunglai. Mereka pun kembali ke teras kantor desa. Tak lama berselang, ada
truk lagi yang berhenti. Seperti sebelumnya, Pakle Veyz dan Andri berlari
mendekati truk.
“Bawa sapi ya, Pak?”
tanya pakle Veyz.
“Kepo deh yeeee!” balas kernet truk
berwajah garang dengan kulit hitam legam tapi kemayu.
Penasaran, Pakle Veyz
dan Andri melangkah ke belakang truk.
“Horeee! Sapinya
datang!”
“Tuh kan, sapinya
gede,” gumam pakle Veyz semringah.
Setelah serah terima,
pak Kades mempersilakan pakle Veyz membawa sapi bongsor itu pulang. Di tengah
jalan mereka berembuk menentukan nama buat si sapi. Andri menyarankan agar sapi
diberi nama Sueb, tapi pakle Veyz menolak mentah-mentah saran keponakannya
tersebut
“Sapi bule kok diberi
nama Sueb”
“Jadi namanya harus
pakai bahasa orang bule juga ya, Pakle?”
“Yo ha dong!”
“Yo wes, namanya no aja gimana? No kan bahasa orang bule. Atau yes?”
“Terlalu singkat.”
“Gimana kalau Yesterday?”
“Nah, mantap itu!
Artinya apa, Le?”
“Aku juga enggak tahu
artinya. Tapi kemarin di tv ada yang nyanyi lagu orang bule, judulnya yesterday,
yesterday!”
“Yo wes lah, namanya Yesterday
aja.”
***
Jauh-jauh hari, pakle
Veyz dibantu Andri sudah membuatkan kandang untuk Yesterday. Setelah tiba,
pakle Veyz memasukkan Yesterday ke dalam kandang.
“Le, ambil arit di
kolong lemari, kita harus nyari rumput buat Yesterday.”
“Oke, pakle!”
Pakle Veyz dan Andri
mengarit rumput di kaki bukit. Setelah terkumpul satu karung, paman dan
keponakan itu bergegas pulang.
“Rumputnya masih
segar, makan Yesterday pasti lahap.”
Dengan sukacita Pakle
Veyz dan Andri mengeluarkan rumput dari karung, kemudian memindahkannya pada
kotak kayu yang berada di dalam kandang.
“Hayuk mangan!” ucap pakle Veyz.
Yesterday cuek sapi (harusnya cuek bebek ya? Yesterday kan sapi, bukan bebek!). Rumput
yang diberikan pakle Veyz tidak disentuh sama Yesterday, jangan kan disentuh,
dilirik pun tidak.
“Waduh, le, kenapa Yesterday enggak mau
makan?”
Kemudian Andri
melenggang-lenggok di hadapan Yesterday sambil bernyanyi. “Ayo makan, waktunya
makan! Nang ning nung, ni nang ni nung!” Namun Yesterday tetap tidak mau makan.
Berbagai cara dilakukan pakle Veyz dan Andri agar Yesterday mau makan, tapi
upaya mereka gagal.
“Iso modar Yesterday kalau
enggak mau makan begini,” gumam pakle Veyz.
Tiba-tiba Andri
semringah. “Aku tau!”
“Tahu apa, le?” tanya
pakle Veyz penasaran.
“Ini kan sapi bule,
mungkin makannya bukan rumput, pakle.”
Pakle Veyz melongo.
“Kalau bukan rumput, apa dong makannya?”
“Hamburger.” Mulut
Andri sampai mencong menyebut kata itu.
“Waduh! Moso sapi
makan pager?”
“Ham-bur-ger!”
“Iya itu, nama makanannya
aja aneh.”
“Kan sapi bule.”
Pakle Veyz terdiam.
“Tadi di rumah ada lemper, kita coba kasih lemper aja gimana?”
Sejurus kemudian
Andri pulang mengambil lemper. Namun apa daya, Yesterday tetap tidak mau makan.
“Le, makanan tadi apa
namanya?”
“Hamburger.” Mulut
Andri kembali mencong menyebut kata itu.
“Mahal enggak
harganya?”
“Kayaknya sih mahal,
pakle.”
“Waduh, bisa tekor
kalau begitu.”
“Aku pulang dulu yo,
Pakle. Haus!”
“Yo wes!”
Pakle Veyz berpikir
keras mencari cara agar Yesterday mau makan. Sambil duduk pada tunggul pohon
kelapa setinggi satu meter, pakle terus berusaha merayu Yesterday agar mau
makan.
“Ayolah Yesterday,
makan. Nanti kamu sakit, makan ya, makan makan makan!”
Pakle Veyz merasa sedih,
dengan posisi kaki ditekuk pada tunggul, kedua tangannya menumpu dagu.
“Bagaimana, Pakle?”
“Iiiiit! Aduuuh!
Kedatangan Andri
membuat pakle Veyz kaget dan terjatuh dari tunggul. Bersamaan dengan itu,
sekonyong-konyong Yesterday melahap rumput yang berada dalam kotak kayu.
“Horeeee! Akhirnya
Yesterday mau makan!”
Pakle Veyz dan Andri
girang bukan kepalang.
***
Keesokan harinya,
Yesterday kembali tidak mau makan.
“Kayaknya Pakle harus
jatuh lagi dari tunggul, biar Yesterday mau makan.”
Tanpa pikir panjang, pakle
Veyz melompat ke atas tunggul, kemudian menjatuhkan diri. Namun lagi-lagi
Yesterday cuek sapi (cuek sapi ya, bukan
cuek bebek!).
“Pas jatuhnya Pakle
harus kaget kayak kemarin.”
“Coba lagi ya.”
Adegan tak diduga
sehari sebelumnya pun direka ulang, namun hasilnya tetap nol besar dan
Yesterday tetap tidak mau makan.
“O iya, pas jatuh
kemarin Pakle teriak apa?”
“Apa ya … enggak
teriak apa-apa, cuma bilang it doang.”
“Coba lagi, sekarang
Pakle jatuh sambil bilang it.”
Dengan ragu-ragu pakle
Veyz kembali naik ke atas tunggul kemudian melompat sambil teriak. “Iiiiiiit!”
Bersamaan, di dalam
kandang Yesterday melahap rumput dengan lahap.
“Yeeeeeee! Sukses!
Setiap memberi makan
sapi bantuan itu, pakle Veyz selalu melompat dari tunggul sambil teriak “It”
dan Yesterday pun makan dengan lahap. Sukar dibayangkan, begitu berat
perjuangan pakle Veyz merawat Yesterday agar mau makan. Setiap hari selama
empat tahun ia harus melompat dari tunggul. Penyebabnya cuma satu, yaitu It
(Ead = makan dalam bahasa
Inggris). Sapinya enggak ngerti bahasa kita, gimana mau makan.
Bandung, 20 Mei 2016
TM Hendry, s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar