Image: |
Kala awan pagi menyibak langit,
mengusik gemulai tarian embun di ujung daun.
Langkah-langkah waktu perlahan beranjak lupakan
mimpi malam.
Kokok ayam bagai lolongan serigala mencambuk
asa.
Engkau beranjak dari tempat tidur lusuh,
menuju dapur tanpa kamar mandi.
Secawan air telah cukup bagimu untuk menyeka
wajah.
Cahaya keemasan yang terpancar dari sisi bilik
rumah panggung,
sebagai
penunjuk waktu bagimu untuk segera berkemas,
menjemput cita-cita di balik belantara
sunyi.
Seragam lusuh, tas lusuh, buku lusuh, tetapi
tidak begitu dengan semangatmu.
Di jalan kecil penuh debu,
setiap pagi senyum yang begitu tulus
mengambang dari wajah bocah Desa nan polos.
Terurai merangkai isyarat di atas keramahan
yang terlukis pada lesung pipit mungil tanpa keegoan.
Keindahan yang tak menimbulkan rasa bosan.
Keindahan yang tak menimbulkan rasa bosan.
Ya, keindahan yang begitu elok.
Adakah kau seperti
manusia lainnya?
Adakah pernah kau rasakan lara?
Adakah pernah kau rasakan lara?
Dekaden peradaban, tetapi tidak dengan senyuman itu.
Langkah-langkah mungil sang pemburu mimpi,
berdetak membelah kesunyian alam.
Peduli rona apa yang ditawarkan langit,
bagimu sekolah adalah ladang,
tempat di mana menggantungnya berjuta harapan
dan segala asa.
Menimba ilmu, sebagai bekal
bagimu untuk menggenggam dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar