Image google |
Semburat fajar menyingsing, tersenyum genit menyapa
embun. Kicauan burung-burung kecil di ujung ranting, bak motivator membakar
semangat pagi.
“Pagi yang cerah,” gumam pakle Veyz, sembari membuka
jendela kamarnya yang pengap. Sejuk udara pagi, bertempur melawan hawa
sisa-sisa ngorock pakle Veyz semalam.
Di tepi jendela, pakle Veyz membentangkan tangannya, menggeliat laksana aktris
di film drama romantis, yang tampak sekilas di kaca jendela apartemen mewah.
Ketika tengah asyik menikmati sejuknya udara pagi dari
balik jendela sepi, tiba-tiba pakle Veyz merasakan sesuatu yang aneh di dalam
perutnya. Tanpa pikir panjang, segera pakle Veyz melangkah keluar kamar.
“Bruduuuk!”
Karena terburu-buru pengin cepat mendarat di kakus
belakang rumah, di depan pintu kamar, pakle Veyz menabrak Andri yang melintas
dari dapur menuju ruang tengah. Andri tengah membawa segelas susu coklat bekal
sarapan.
Susu coklat yang berada di tangan Andri, tumpah tepat
di wajah pakle Veyz. Paman dan keponakan itupun jatuh terhempas ke lantai.
“Aduh, Le!
Kalau jalan lihat-lihat dong,” ucap pakle Veyz sambil menjilat lumeran susu
coklat di bibirnya.
“Maaf Pakle, aku ndak
sengaja. Lagian pakle mau belok enggak pakai lampu sein.”
“Kabel listrik perut pakle korsleting, Le. Maka
ne sein e ndak fungsi.”
“Hahahaha,
pakle mulas?”
“Iya, kakus kosong ndak?”
tanya pakle Veyz.
“Mak lagi di kakus. Pakle gaya banget yah, mau ke kakus aja pakai masker kecantikan segala, hahahaha.”
“Masker
kecantikan opo? Iki susu coklat kamu, tumpah di wajah pakle.”
“Ooo,
tak kira itu masker
kecantikan, hahahaha.”
“Sembrono kamu iki!”
“Maaf pakle, hehhehehe”
Segera pakle Veyz bangkit dan berlari secepat bayangan
menuju kakus belakang rumah. Saat keluar di pintu dapur, dari kejauahan pakle
Veyz melihat kepala mak Ratna nongol di atas dinding pembatas kakus.
“Aduh, mbakyu masih di kakus toh?”
“Iyo dik Veyz. Tanggung nih, satu bait lagi.”
“Haaaa!
Walah dalah! Mbakyu nongkrong
apa lagi menulis puisi, kok ada bait
segala?” tanya pakle Veyz terheran-heran.
“Bukan menulis puisi, tapi mbak lagi mencari
inspirasi, dik Veyz.”
“Buru
mbakyu! Udah enggak
tahan nih. Mencari inspirasi kok di
kakus? Ada-ada aja,” balas pakle Veyz sambil membungkuk menahan mulas.
“Dik Veyz enggak fungky!
Kemarin mbak nonton acara gosip mancanegara. Kata pembawa acaranya, hampir
semua lagu hit band Coldplay, inspirasi awalnya, tercipta saat Chris Martin[1]
lagi nongkrong di kakus.”
“Chris Martin itu petinju ya mbakyu?” tanya pakle Veyz,
yang tampak mulai resah dan gelisah.
Belum sempat mak Ratna menjawab, terdengar suara
balasan dari buk Sukarti, konco mak Ratna yang juga lagi nongkrong di kakus
kolam ikan sebelah.
“Petinju, Chris John, kelees dik Veyz! Chris Martin itu diva!” timpal buk Sukarti yang juga sedang mencari inspirasi.
“Diva itu Krisdayanti!” sahut Andri dari dalam rumah.
“Tuh dengar dik Veyz!” balas mak Ratna santai.
“Iya deh, tapi sekarang mbakyu ngapain di kakus lama-lama. Emang mbakyu mau jadi tukang bikin lagu
juga? Cepataaaaaan!”
“Sok
tau! Siapa juga yang
mau bikin lagu? Orang mbakyu memang sengaja pengin nongkrong di kakus kok.”
“Aku
mulas mbakyu, udah ga tahan. Aduh! Aduh! Aduh!”
“Sebel deh! Mbak itu sengaja nongkrong di kakus, siapa tau ketemu sama Chris Martin. Dia kan
suka nyari inspirasi di kakus. Kalau
ketemu, mbak sama bu Sukarti kan bisa minta tanda tangan, foto bareng.”
“Walah
dalah!”
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar menggetarkan
jiwa dan segenap nurani, dari knalpot racing
pakle Veyz.
“Prooooock
opruuuuh!”
Semerbak aroma melati layu tertimpa pohon rubuh, beterbangan
mewarnai langit pagi.
***
Selesai mandi, pakle Veyz keluar kamar dengan pakaian
rapih dan bersiap untuk sarapan.
“Le, tolong panaskan motor, Pakle mau ada perlu ke balai
desa,” ucap pakle Veyz kepada Andri.
“Siap, Pakle,” balas Andri sambil bergegas ke ruang
belakang, meluncur ke tempat motor CB pakle Veyz terparkir.
Di meja makan, pakle Veyz dengan lahap menyantap
serabi, ditemani secangkir teh hangat. Selagi asyik makan, tiba-tiba mata pakle
Veyz tertuju pada secarik kertas yang tergeletak begitu saja di sebelah piring
serabi. Perlahan tapi pasti, pakle Veyz meraih secarik kertas.
“Sajak karya siapa ini?” gumam pakle Veyz.
Sejurus kemudian pakle Veyz membacanya dengan suara
lantang.
Genderang rasa yang bertalu di jiwa.
Membuat mata ini sulit terpejam.
Siang malam aku memikirkan kamu.
Wajahmu nan elok, bagai rembulan ditaburi bumbu
rendang.
Senyummu nan menawan, bagai matahari.
Tutur katamu bagaikan bintang, mars, venus, yupiter,
pluto.
Oh, kenapa kamu seperti planet yah?
Belum tuntas pakle Veyz membaca sajak fenomenal,
terdengar suara teriakan dari dapur.
“Dik veyz, hentikan!”
“Ada apa mbakyu?” tanya pakle Veyz.
“Baca karya orang tanpa izin, itu namanya pelanggaran.
Mana bacanya pakai suara lantang pula. Sini
balikin!”
“Ooo, ternyata mbakyu yang nulisnya, tak kira kertas itu punya Andri. Buat siapa itu mbakyu?”
“Buat Chris Martin,” balas mak Ratna ketus, sambil
merebut secarik kertas dari tangan pakle Veyz.
“Tak
kira buat planet! Hahahaha.”
***
Lima belas menit kemudian, Andri muncul dari ruang
belakang.
“Pakle,
motor e udah tak panasin.”
“Oh
ya, matur nuhun Le. Siniin kuncinya!” balas pakle Veyz.
“Kunci
opo toh pakle? Tadi pakle ndak ngasih kunci ke aku yo.”
“Kunci motor, mana?”
“Kunci
motor opo? Wong tadi malam pakle yang nyimpen, kok tanya ke aku.”
“Lah,
barusan kamu manasin motor, emangnya enggak dinyalain?”
Mendadak Andri terdiam seribu basa, melongo sambil
garuk-garuk hidung.
(Pembaca
tau apa yang dilakukan Andri? Mari kita simak dengan saksama).
Kala pakle Veyz meminta Andri untuk memanaskan
motornya, Andri langsung bergegas menuju ruang belakang, tempat motor CB pakle
Veyz terparkir.
Dan inilah yang dilakukan Andri di ruang belakang,
sambil berputar-putar mengitari motor CB milik pakle Veyz.
“Dasar motor butut! Mau aja ditunggangi pakle. Tuh
lihat, bodi kamu kotor semua enggak pernah dicuci. Pagi ini kamu terlihat
benar-benar jelek. Dasar motor jelek! Dasar motor jelek! Weeeck!”
Bagi Andri, manasin
motor enggak perlu kunci, enggak butuh kick
starter. Ledekin aja terus, ntar juga bakalan panas sendiri, wahahahahaha.
Sampai di sini dulu ya!
Kemungkinan besar bersambung di KORENAH II.:)
(Cerita
ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita, itu
mungkin sengaja. Mohon maaf ya.)
Bandung, 19 Januari 2016
TM Hendry, s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar