Image Google |
Di
tengah perjalanan pulang usai rapat di balai desa, pak le Veyz mendengar suara
teriakan, “maling! maling!” Pak le Veyz tertegun, lalu bergegas mencari sumber
suara. Di bawah hamparan cahaya bulan yang memayungi langit malam, Pak le Veyz
melihat bayangan seseorang berlari dengan membawa buntalan kain di pundak
kirinya. Bayangan tersebut semakin lama semakin mendekat ke arah Pak le Veyz.
Sementara itu suara teriakan warga semakin jelas bergema, “maling! maling!”
Ketika
bayangan itu berjarak tiga puluh meter dari hadapannya, Pakle Veyz menepi ke
sisi jalan, lalu bersembunyi di balik sebatang pohon yang diameternya cukup
besar. “Itu pasti maling yang lagi dikejar-kejar warga,” pikir Pak le Veyz,
sambil meraih bakiak di kakinya. Ketika sosok yang membawa buntalan itu berlari
melintas di hadapannya, dengan cepat Pak le Veyz melemparkan bakiak, “Pletaaaaaak”
lemparannya tepat menghujam punggung orang yang berlari di hadapannya itu.
Tidak
ada jerit kesakitan, tidak ada ekspresi ketakutan, yang ada hanya goyangan asoy geboy in the hoy. Dalam hitungan
menit, warga telah berkumpul, lalu menghakimi maling yang tertangkap tangan sedang
mencuri pakaian dalam itu tanpa ampun.
Pak
le Veyz berusaha meredam amarah warga, “jangan main hakim sendiri” himbau pak
le Veyz. “Ini namanya bukan main hakim sendiri, Pak! Tapi main hakim
rame-rame,” timpal salah seorang warga. Pak le Veyz melongo, lalu berkata lagi,
“iya, maksud saya begitu. Tak elok main hakim rame-rame. Sebaiknya kita bawa
saja ke Balai Desa.” Upaya pak le Veyz berhasil, hingga akhirnya warga membawa maling
yang terus saja bergoyang asoy geboy in
the hoy itu ke balai desa, dengan wajah yang sudah bonyok-bonyok dihujani
bogem mentah warga.
Setelah
pak Lurah, sesepuh kampung dan warga berembuk di balai desa. Atas kesepakatan
bersama, akhirnya maling yang tertangkap tangan itu diserahan kepada pihak
berwajib.
Ketika
hendak pulang ke rumah, pak le Veyz tersadar, ia tidak mengenakan sandal alias nyeker. Ternyata pak le Veyz lupa
mengambil kembali bakiak yang tadi ia lemparkan kepada si maling. Tak ingin
kehilangan bakiak milik keponakan kesayangannya. Pak le Veyz kembali menapaki
jejak yang sebelumnya ia lalui. Menyisir jalan berlumpur, menuju lokasi
penangkapan maling celana dalam, tempat dimana bakiak itu ia lemparkan.
Upaya
pak le Veyz mencari bakiak yang hilang, gagal total. Satu jam menyisir jalan
dan mengitari lokasi tempat kejadian peristiwa, pak le Veyz tidak menemukan apa
yang ia cari. Malam semakin larut, hingga akhirnya pak le Veyz memutuskan untuk
pulang ke rumah tanpa sandal alias nyeker.
Setiba
di rumah, pak le Veyz melihat keponakan kesayangannya lagi grasa grusu gelisah duduk di sofa ruang
tamu.
“Kenapa
belum tidur, Le? sapa pak le Veyz kepada Andri.
“Anu
Pak le. Bakiakku ilang” jawab Andri.
Seketika
pak le Veyz merasa bersalah. “Tadi pak le yang bawa, tapi anu.”
“Anu
opo toh, Pak le?” tanya Andri penasaran.
“Bakiak
ne ketinggalan di jalan. Sudah Pak le cari tapi ndak ketemu,” urai pak le Veyz.
Setelah
itu Andri melangkah ke kamarnya dengan raut wajah sedih dan mata berkaca-kaca.
***
Pagi,
pukul lima lewat sepuluh menit, mak Ratna membangunkan Andri untuk salat Shubuh.
Berkali-kali pintu kamar digedor, namun tidak kunjung ada jawaban dari dalam. Mendapati
pintu yang tidak terkunci, akhinya mak Ratna memutuskan untuk masuk.
“Le,
bangun!” seru mak Ratna sambil mendorong-dorong badan Andri.
Perlahan
Andri membuka matanya yang nampak memerah dengan wajah pucat pasi. Mak Ratna
kaget melihat anak kesayangannya.
“Kenapa
kamu, Le?” ucap mak Ratna sambil menempelkan punggung tangannya di kening
Andri.
“Nggak
enak badan, Mak!” jawab Andri dengan suara gemetar.
Ternyata
Andri sakit setelah semalam tidak bisa tidur sebab memikirkan bakiaknya yang
hilang. Andri takut Putri akan memembencinya, karena tidak bisa menjaga kado
spesial ulang tahun salah tanggal pemberiannya.
“Mak,
tolong buatkan surat izin sakit untuk ke sekolah. Nanti kalau Adit lewat, titipkan
pada Adit.” Andri meminta mak Ratna untuk membuatkannya surat izin sakit.
“Waduh,
Mak ndak biasa buat surat kayak gitu, Le!” mak Ratna bingung, karena tidak tahu
cara membuat surat izin sakit yang baik dan benar.
“Hayo
lah, Mak. Nanti malah dikira bolos sama Bu Wali Kelas, kalau ndak ada surat izin
sakit.” Andri memohon pada mak Ratna.
Sedikit terpaksa, akhirnya mak Ratna menyanggupi permintaan anak kesayangannya.
Dengan
selembar kertas kosong dan pulpen bertinta hitam di tangan kanannya, mak Ratna
mulai merancang surat izin untuk Andri. Ada rasa khawatir salah tulis yang
melintas di pikiran mak Ratna, karena sebelumnya ia belum pernah membuat surat serupa,
kecuali surat cinta. Kala remaja mak Ratna memang terkenal sangat hebat dalam
menulis surat cinta yang puitis, juga romantis.
“Sudah
selesai suratnya, Mak? tanya Andri.
“Belum,
Le!” jawab mak Ratna sambil terus berpikir.
Tiba-tiba
terlintas di ingatan mak Ratna kenangan masa lalu ketika masih pacaran dengan
Bapaknya Andri yang saat ini sedang bekerja di kota. Waktu pacaran, mak Ratna
dan Bapaknya Andri suka berbalas surat romantis nan puitis.
“Saatnya
mengeluarkan ilmu pengetahuan tentang surat menyurat,” gumam mak Ratna. Setelah
itu ia mulai menorehkan tinta pulpennya pada selembar kertas kosong.
Teruntuk
Yang Terhormat Bu Guru Wali Kelas Andri R H di Sekolah.
Di
pagi hari nan cerah ini.
Bersama
hembusan angin yang mengiringi langkah sang fajar menyibak langit.
Merekah
indah tarian kemilau embun di ujung daun.
Nyanyian
alam bersenandung membelai waktu.
Harum
aroma rerumputan begitu teramat sangat menyejukkan jiwa.
Kicauan
burung-burung kecil di ujung ranting menambah hangatnya suasana.
Andai
cahaya terang yang memancar horizontal pada garis cakrawala itu tahu.
Di
antara teduhnya alam pagi ini, ada batin yang merintih sendu bergelora,
usai
menyaksikan sosok seorang anak manusia yang terkulai lemah tak berdaya karena
sakit.
Sosok
tersebut adalah Putra saya satu-satunya, yaitu Andri R H.
Demikian
yang dapat saya sampaikan melalui surat yang saya tulis di sela hembusan angin
sepoi-sepoi ini. Semoga dapat dimaklumi.
Saya
haturkan terima kasih dan salam hangat untuk bu Guru yang baik.
Hormat
kami
TTD
Ratna
N S
***
Siang itu mak Ratna membawa Andri ke
Puskesmas untuk berobat.
Dalam perjalanan pulang sekembali dari
Puskesmas, Andri melihat bakiak yang tergeletak begitu saja di tepi jalan.
Bakiak tersebut sangat mirip dengan bakiak miliknya yang hilang. Setelah
memantau situasi kanan kiri, Andri meraih bakiak yang ia temukan itu, lalu membawanya
pulang.
Apakah
yang ditemukan Andri itu bakiaknya yang hilang?
Hanya
Tuhan dan penulis yang tahu jawabnya.:D
Bandung,
Februari 2015
TM
Hendry, s
Sampai jumpa pada sub judul berikutnya.:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar