Premanisme (berasal dari kata bahasa Belanda vrijman = orang bebas, merdeka dan isme = aliran) adalah sebutan pejoratif yang sering
digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan
penghasilannya terutama dari pemerasan
dari kelompok masyarakat lain.[1]
Preman, kata yang satu ini memang sudah begitu sangat
akrab di telinga kita. Seperti apa mereka, bagaimana sepak terjang mereka dalam
beraksi, saya yakin sobat semua sudah mengetahui itu. Namun tulisan saya kali
ini tidak untuk mendefinisikan kata preman, melainkan saya ingin berbagi
sedikit pengalaman saya ketika berhadapan dengan preman.
Tahun 2006, saya bermasalah dengan segerombolan preman
yang berjumlah sebelas orang. Waktu itu malam sekitar pukul sepuluh, saya berdua sama
kakak saya lagi asyik ngobrol di depan toko yang sudah tutup. Datang
segerombolan preman dalam keadaan setengah mabuk, pura-pura ngamen dan ngotot
minta dibayar. Karena merasa dijajah, saya dan kakak saya tidak menggubris
permintaan tersebut dan hanya mengucapkan kata yang umum diucapkan orang dalam
menolak pengamen “maaf dulu” sambil
ngangkat tangan. Namun mereka malah semakin menjadi-jadi, ngotot, mengancam dan
melontarkan kata-kata kasar.
Di sela caci maki yang preman itu ucapkan, kakak saya
berbisik kepada saya, “kalau sampai salah
seorang di antara mereka menyentuh kita, siapkan dirimu untuk mati setelah itu” maksudnya, kalau preman tersebut sampai melakukan
kekerasan fisik, pemukulan dsb, kakak saya mengingatkan kepada saya untuk tetap
menghadapi, walaupun nyawa taruhannya.
Dua orang dari mereka mendekati kami, dengan ancaman
yang lebih dahsyat “gue bunuh lo, kalau
ngga mau bayar” dan segala macam sampah pun terlontar dari mulut mereka.
Saya dan kakak saya hanya diam menyaksikan, mendengarkan nyanyian tak merdu
dari para bedebah sampah masyarakat itu. Sampai akhirnya dua orang itu mengambil kardus kecil berisi bingkai foto milik kakak saya yang ada di lantai teras toko
tempat kami semula duduk dan membawanya kabur. Kajadian itu berlangsung sekitar
lima belas menit.
Mereka memang tidak melakukan pemukulan, tetapi mereka
mengambil bingkai milik kakak saya. Walau waktu itu kakak saya sempat mengejar
si preman untuk mengambil kembali bingkai miliknya yang dirampas, namun saya
cegah, karena saya punya cara lain untuk mengambalikan bingkai tersebut.
Setelah itu saya dan kakak saya pulang, sambil
membicarakan langkah-langkah yang akan kami lakukan untuk menyelesaikan si preman,
sekaligus mengambil kembali bingkai yang mereka bawa kabur.
Dalam pembahasan, ada dua jalan yang saya bentangkan
kepada si kakak.
Cara pertama: Memberitahukan kejadian ini kepada
teman-teman, setelah itu cari dan selesaikan preman tersebut dengan cara preman
pula.
Cara kedua : Lapor kepada pak RT, selanjutnya teruskan kepada pihak
Kepolisian.
Atas pertimbangan beberapa hal, kakak saya memilih cara
kedua. Pagi usai sarapan, saya dan kakak saya menemui pak RT dan selanjutnya
langsung membuat laporan ke kantor Polsek wilayah tempat kejadian malam itu.
Sore harinya saya mendapat kabar tentang kesebelas berandal tersebut telah
diringkus berikut barang bukti bingkai foto milik kakak saya yang ia rampas. Sore
itu juga pak RT dan dua orang anggota Polisi datang menemui saya dan kakak
saya dan meminta kami untuk datang ke kantornya.
Ada kejadian yang sedikit mengejutkan hari itu. Peristiwa yang tadinya tidak saya beritahukan kepada orang lain, kecuali
kepada pak RT dan si bapak yang punya kontrakan tempat saya tinggal, tersebar
begitu cepat dan sampai pula ke telinga teman-teman saya. Mereka semua berkumpul
di kontrakan dengan keadaan siap perang. Wah, jelas saya khawatir, teringat cara
pertama yang semalam saya bahas bersama si kakak, jika terjadi, kasus ini
bisa berbuntut panjang, mengingat sudah masuknya laporan ke meja Polisi.
Setelah saya dan si kakak tiba di kantor polisi. Terjadi
lagi kejadian yang tidak kalah mengejutkan, saya menyaksikan pemandangan yang
sangat unik, pemandangan yang teramat mencengangkan. Betapa tidak, di antara si
preman ada yang terlihat sangat akrab dengan oknum petugas piket waktu itu. Serta
tidak tampak perlakuan yang wajar sebagaimana mestinya aparat kepada tersangka.
Menyaksikan kejadian tak wajar itu, saya dan kakak saya
jadi berfikir ulang untuk melanjutkan laporan yang telah kami buat. Sampai
akhirnya tercetuslah ide baru dari kakak saya, dia ingin meminta bantuan kepada
sahabatnya, seorang TNI. Dibuatlah skenario, ketika saya dan kakak saya bersama
pak Kapolsek sedang membicarakan kelanjutan terhadap laporan yang telah kami
buat, handphone kakak saya berdering dan yang menelepon adalah sahabatnya yang telah kami hubungi sebelumnya (TNI). Sedikit
akting, kakak saya bilang ia lagi di kantor Polisi, kakak saya disuruh
mengaktifkan loutspeaker serta
meminta untuk memberikan handphone kepada pak Kapolsek. Dia (sahabat kakak saya) ingin berbicara langsung dengan pak Kapolsek.
Yang saya dengar dari percakapan mereka, pertama sahabat
kakak saya menyebutkan nama berikut kesatuannya. Intinya dia meminta kepada Pak
Kapolsek untuk serius dalam menyikapi laporan yang telah kami buat, dengan
menindak semua pelaku. Bila tidak, dia yang akan turun langsung untuk
membereskan.
Salah satu kutipan dari pembicaraan mereka yang saya dengar:
“Jika bapak dan anak buah
bapak tidak bisa membereskan para preman-preman itu, biarkan besok saya dan
anggota saya yang akan membereskannya. Jika perlu, bapak dan anak buah bapak
ikut saya bereskan sekalian”
Percakapan selanjutnya, sahabat kakak saya meminta pak
Kapolsek untuk mengambil KTP atau SIM dari kesebelas preman yang sudah diciduk
itu dan menyuruh saya untuk memfotocopi dan menyimpan kopiannya.
Setelah itu pak Kapolsek keluar dari ruangan. Tidak
begitu lama ia kembali, saya dan kakak saya izin pamit untuk pulang. Ketika
saya dan kakak saya keluar dari ruangan, saya menyaksikan pemandangan yang
sangat kontras dengan yang sebelumnya saya saksikan. Saya melihat kesebelas
preman yang semalam teramat sangar seolah tidak terkalahkan, mereka semua
jongkok berbaris tanpa baju dan mengemis minta maaf kepada saya dan kakak saya. Mereka meminta agar kami mencabut laporan yang telah dibuat, bahkan di antara
mereka ada yang menangis, “kasihan
anak-anak saya masih kecil, masih sekolah, bla bla bla” dan lain sebagainya
alasan yang mereka kemukakan. Dan ini luar biasa, tidak sampai hitungan jam, mereka semua berubah sikap, terlihat jelas raut wajah ketakutan yang tidak
dapat lagi mereka sembunyikan.
Saya dan kakak saya pun beranjak pulang. Pada malam
harinya beberapa istri dan keluarga si preman datang bersama pak RT ke kontrakan tempat saya tinggal. Ya, pada dasarnya mereka semua memohon kepada saya
dan kakak saya agar mencabut laporan yang telah kami buat. Menyaksikan itu pak
RT meminta saya dan kakak saya agar mempertimbangkan untuk mencabut laporan, “jangan lihat mereka, tapi cobalah lihat
anak dan istri mereka. Memang kelakuan mereka tidak pantas untuk diberi
toleransi, tapi wajarkah kita ikut menghukum anak dan istri mereka, apalagi
jika sampai terlantar” meskipun itu karena ulah mereka sendiri.
Dan akhirnya laporan itu pun kami cabut, setelah
mempertimbangkan segala sesuatunya. Juga setelah mendengar pendapat dari pak RT
dan tokoh masyarakat lainnya yang bersedia memberikan jaminan. Begitu juga
orang terdekat, teman, termasuk sahabat kakak saya juga menyetujui agar kami
mencabut laporan, dengan catatan, pak Kapolsek harus membuatkan surat
perjanjian, yang isinya antara lain:
Mereka (si preman) berjanji
tidak akan mengganggu saya dan kakak saya lagi. Tidak akan membuat onar dan
meresahkan masyarakat lagi dan siap ditindak dengan hukuman yang seberat-beratnya
jika terbukti melanggar perjanjian yang telah dibuat dan ditandatangani di atas
meterai 6000.
*
Kesimpulan yang dapat saya
ambil dari permasalahan saya di atas adalah suburnya praktek premanisme tidak
lepas dari ketidak tegasan aparat berwajib, serta adanya beberapa oknum sesat
yang terlibat dalam keberadaannya. Namun di balik semua itu, saya tetap percaya,
masih banyak cara terhormat yang bisa dilakukan dalam upaya menuntaskan preman. Dengan cacatan, aparatnya juga harus baik. Karena saya juga sangat yakin, masih
banyak kok aparat baik yang ada di bumi ini.
Tindakan premanisme memang
meresahkan, maka dari itu mari kita satukan suara menolak keberadaan segala
kelompok yang merusak ataupun yang meresahkan dan mari kita dukung pemerintah
melalui pihak yang berwenang agar segera bertindak, untuk menertibkan segala
perilaku premanisme.
* * .
Di bawah ini saya sertakan Pasal KUHP untuk menjerat para
pelaku premanisme:
1. Pasal 368 KUHP
(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
(2) Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku
bagi kejahatan ini.
Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut :
a. Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan”
(afpersing).
Pemeras itu pekerjaannya: 1) memaksa orang lain; 2) untuk
memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu
sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan
piutang; 3) dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini bukan syarat).
b. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang
itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang
lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan; 2) Melawan
hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan
hukum; 3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika memaksanya
itu dengan akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369.
c. Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal
370), tetapi apabila kekerasan itu demikian rupa sehingga menimbulkan
“penganiayaan”, maka tentang penganiayaannya ini senantiasa dapat dituntut
(tidak perlu ada pangaduan);
d. Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan
kekerasan pada Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal pencurian si
pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri, sedangkan dalam hal pemerasan
si korban setelah dipaksa dengan kekerasan menyerahkan barangnya kepada si
pemeras.
2. Pasal 369 KUHP
(1) Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman
akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain. atau supaya
membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan.
3. Pasal 378 KUHP
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun
menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
PENGGOLONGAN PREMAN SEBAGAI TARGET OPERASI :
(a) PREMAN YANG MENGGANGGU KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN
(MABUK-MABUKAN, MENGGANGGU LALU LINTAS, RIBUT-RIBUT Dl TEMPAT UMUM).
(b) PREMAN YANG MEMALAK (MEMINTA DENGAN PAKSA) Di LOKASI UMUM
(MISALNYA MENJUAL MAJALAH SECARA PAKSA, MENGEMIS DENGAN GERTAKAN, MENDORONG
MOBIL MOGOK MINTA UANG DENGAN PAKSA, MEMALAK MASYARAKAT / PERSEORANGAN YANG
MENAIKKAN DAN MENURUNKAN BAHAN BANGUNAN Dl PABRIK / iNDUSTRI / KOMPLEK
PERUMAHAN, PARKIR LIAR DENGAN MEMINTA UANG SECARA PAKSA, DAN LAIN-LAIN SEJENIS)
(c) PREMAN DEBT COLLECTOR (PENAGIH UTANG DENGAN MEMAKSA /
MENGANCAM NASABAH, MENYITA DENGAN PAKSA, MENYANDERA)
(d) PREMAN TANAH (MENGUASAI / MENDUDUKI LAHAN / POPERTY SECARA
ILLEGAL YANG SEDANG DALAM SENGKETA DENGAN MEMAKSAKAN KEHENDAK SATU PIHAK)
(e) PREMAN BERKEDOK ORGANISASI (ORGANISASI JASA KEAMANAN, PREMAN
TENDER PROYEK DAN ORGANISASI MASSA ANARKIS)[2]
waahhh mr TM hadir dengan rumah baruuuu :D
BalasHapusapa kabar mr? rumah baru nya bagusss....
eh gag nyambung sama postingan yak :D
ngeri juga punya pengalaman gitu sm preman, klo saia jauh2 deh mending
Hy mba Dev, iya ni rumah baru wajah lama.:D
HapusTerima kasih, kabarnya Alhamdulillah sangat baik.:)
Preman punya hubungan dekat dgn p*lisi sih kayaknya gak heran lagi ya, wong bekingnya itu, sigh. Kalo ketemu preman mending jauh2 deh, takuuuut :(
BalasHapusMba yu Asty, Ada benarnya, karena memang hal seperti itu sudah menjadi rahasia umum.
HapusSungguh oknum tersebutlah yang sebenarnya biang preman.
udah 2 hari ini saya jadi preman,karena lagi meriang,preman alias pre-mandi :)
BalasHapussalam 1 jari
Jiahahahahhaa, bukankah itu sudah dibudayakan mas Maman? :D
Hapus