Image Google |
Di sore hari nan cerah, melangkah gontai
sekelompok umat manusia yang tersesat di tengah hutan belantara. Sosok tersebut
terdiri dari empat orang, yaitu satu paman dan tiga ponakan. Sang paman bernama
pakle Veyz, dan tiga orang keponakannya bernama Andri, Adit, dan Amar.
Mereka tersesat usai mencari batu akik
di hutan terlarang yang berada di lereng gunung Meruyeng Cekak-Cekuk. Upaya
mereka mencari batu akik gagal total, pun begitu juga dengan upaya mereka
mencari jalan pulang.
“Pakle, sepertinya kita tersesat!” ucap
Adit sambil menggaruk-garuk hidung.
“Iya pakle. Hampir setengah hari kita
hanya berputar di sini saja,” sambung Amar.
“Tadi pagi sebelum berangkat sudah aku
bilang, hutan ini berbahaya,” timpal Andri, yang sedari awal memang menolak
ikut, tapi pakle Veyz memaksanya.
Pakle Veyz tidak menggubris perkataan
keponakannya, ia hanya menundukkan kepala sambil terus mengucapkan mantra.
“Ndul
gondal gandul gondal gandul, si gundul nyolong pacul. Ndul gondal gandul gondal
gandul, si gundul nyolong pacul.”
“Aku ingat tips dari leluhur dulu kalau kita tersesat di tengah hutan,” ucap
Andri sambil membenahi tali plastik pengikat celananya.
“Apa
tuh?” tanya Adit dan Amar bersemangat.
“Kalau kita tersesat di tengah hutan,
kita harus melepaskan semua pakaian.”
“Aaaaaaaa,
moso?”
“Iya, coba saja tanya sama pakle Veyz,
kalau kamu tidak percaya.”
“Yang disampaikan Andri itu benar
adanya,” balas pakle Veyz.
“Jadi?”
“Kita harus mengikuti tips dari leluhur itu,” tutup pakle
Veyz.
Belum sempat mereka melepaskan pakaian,
terdengar suara minta tolong.
“Tolong,
tolong! Tolongin akikah!”
Pakle Veyz dan tiga ponakannya dihinggapi rasa takut yang bercampur dengan rasa penasaran.
“Tidak mungkin ada orang di tengah hutan
belantara ini,” gumam Andri.
“Jangan-jangan itu, aaaaach!” Amar tampak pucat pasi. Pun begitu juga Adit yang
terlebih dahulu mengompol di celana.
“Ayo, kita cari suara minta tolong itu!”
seru pakle Veyz.
Dengan ragu-ragu, Andri, Adit, dan Amar
mengikuti langkah pakle Veyz dari belakang. Suara minta tolong semakin
terdengar jelas.
“Tolongin
akikah, plis atulah, tolongin!”
Langkah mereka terhenti, empat pasang
mata berputar mengitari area sekitar hutan. Hingga akhirnya semua melongo
ketika menyaksikan seekor ular terjepit pada sebuah akar pohon besar.
“Iiih,
remfong deh ye, kenafa hanya melihat saja, tolongin, tolongin!”
ucap si ular.
Ternyata suara minta tolong yang mereka
dengar berasal dari ular yang terjepit di akar pohon besar itu.
“Itu
ular kok tince banget ye,” gumam Andri.
“Kalian
enggak usah takut sama ekeu! Tolong ekeu, kalian bakalan ekeu beri hadiah batu
akik.”
“Wah, yang benar?” tanya pakle Veyz.
“Yeee,
akikah bukan penifong ye!”
“Jangan percaya Pakle!” ucap Adit.
“Nanti kalau kita tolong, dia akan
mencelakakan kita,” sambung Amar.
“Eh,
kuram aseem, akikah ini ular baik-baik. Akikah berjanji tidak akan menyakiti yu
yu yu and yu! Kalau kalian menolong akikah, akikah akan memberi kalian batu
akik sakti yang dapat memenuhi tiga permintaan kalian. Ingat! Tiga permintaan!
Tambahan bonus spesial untuk kalian, akikah akan memberitahu kalian jalan ke
luar dari hutan ini. Kalian tersesat kan?”
Pakle Veyz, Andri, Adit, dan Amar, mulai
tergoda dengan tawaran dari si ular. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk
menolong ular yang tengah terjepit itu.
“Terima
kasiong yee! Kalian baik deh!” ucap si ular setelah
ditolong.
“Iya, tapi kami menunggu janji kamu tadi!”
balas pakle Veyz.
Sejurus kemudian si ular mengangkat
kepalanya, hingga membuat pakle Veyz, Andri, Adit, dan Amar ketakutan dan
mundur beberapa langkah.
Si ular cekikikan melihat ekspresi
ketakutan empat orang yang ada di hadapannya. Setelah itu ular
menggerak-gerakkan kepalanya maju mundur, seperti hendak menerkam mangsa. Pada
gerakkan ke tiga puluh dua, dari mulut si ular terlempar sebuah batu bulat
bewarna hijau tua.
“Batu
sakti ini untuk kalian. Setelah sampai di rumah nanti, kalian bisa membuat tiga
permintaan, dan batu itu akan memenuhi permintaan kalian. Sekarang ikuti ekeu
ye. Akeu akan mengantarkan kalian keluar dari hutan ini.”
Dengan sigap pakle Veyz meraih batu yang
terlempar dari mulut si ular. Kemudian mereka semua melangkah mengikuti liukan
ular yang mengantarkan mereka menuju jalan ke luar dari hutan belantara.
Sebelum berpamitan, si ular berpesan.
“Jika kalian ingin melakukan permintaan nanti, kalian harus melemparkan batu
itu ke atas. Lemparkan batu itu ke atas, setelah itu ucapkan permintaan kalian.
Paham?” tanya si ular.
“Paham Lar, terima kasih! Sebentar lagi
kami akan kaya raya dengan batu ini,” balas pakle Veyz.
“Iye,
terima kasih juga kalian telah menolong ekeu. Eh, sebelum pulang, kalian enggak
mau foto bareng dulu sama ekeu?”
“Ogaaaaah!”
balas pakle Veyz, Andri, Adit, dan Amar kompak.
***
Tiba di rumah, pakle Veyz, Andri, Adit,
dan Amar berembuk menyatukan suara untuk menetapkan tiga permintaan yang akan
mereka ucapkan. Pakle berencana meminta mobil, Amar minta handphone baru, Andri minta nikah, Adit minta-minta, wahahaha.
Ketika lagi asyik berembuk, mak Ratna
muncul dari dalam rumah. Seperti tidak mau ketinggalan, mak Ratna pun ikut
meminta panci dan ember baru, wahahaha.
Padahal mak Ratna tidak paham dengan apa yang sedang terjadi, tapi kok bisa-bisanya dia ikutan minta juga.
Musyawarah mencari mufakat berakhir
buntu. Terjadi perdebatan panjang, hingga akhirnya dilakukan voting ala keluarga koplak, dan voting
pun tanpa hasil, orang peserta voting
itu-itu saja, wahaha. Kemudian mereka
melakukan metode lain, dengan menuliskan masing-masing permintaan pada secarik
kertas. Setelah itu kertas yang sudah berisi permintaan digulung, dimasukkan ke
dalam botol, lalu dikocok seperti mengocok arisan. Tiga kertas yang keluar
pertama, itulah permintaan yang akan mereka ajukan pada batu akik pemberian
ular.
“Kucrek,
kucrek, kucrek!”
Kertas pertama bertuliskan mobil, kertas
kedua bertuliskan panci, dan kertas ketiga bertuliskan minta nikah, wahahaha. Jadi kertas yang terlempar
dari dalam botol adalah kertas milik pakle Veyz, mak Ratna, dan Andri.
Sementara Adit dan Amar merengut, kertas miliknya ogah meloncat dari dalam botol.
Tanpa pikir panjang, pakle Veyz yang
mendapat jatah pertama langsung melemparkan batu akik ke arah atas. Belum
sempat pakle Veyz mengucapkan permintaan, batu akik yang ia lemparkan terjatuh
mengenai hidungnya.
“Aduuh!
Hidung, hidung, hidungku!” ucap Pakle Veyz spontan. Mendadak
hidung pakle Veyz bertambah tiga, sesuai permintaannya, wahahaha.
“Aaaaa,
hidung Pakle kenapa jadi banyak?”
Apa kalian tega melihat Pakle seperti
ini?” tanya pakle Veyz, “untuk membuat hidung Pakle normal, Pakle butuh satu
permintaan lagi,” ucap Pakle pada keponakannya. Hingga akhirnya Andri mengalah,
dan bersedia memberikan jatah permintaan miliknya kepada pakle Veyz, asal
hidung pakle Veyz bisa kembali normal.
Setelah itu pakle Veyz melemparkan batu
akik ke udara, sambil berteriak melakukan permintaan. “Hidung hilang!” hingga
akhirnya semua hidung pakle Veyz hilang, yang tersisa cuma mulut dan mata, wahahaha.
“Waduh, makin kacau!” gerutu pakle Veyz.
Tersisa satu permintaan lagi. Apakah mak
Ratna bersedia memberikan jatah permintaannya kepada pakle Veyz, agar hidung
pakle Veyz kembali normal?
Kita simak setelah jeda pariwara berikut
ini! wahahaha.
Mak Ratna, Andri, Adit, dan Amar
berembuk, hingga diputuskan satu pilihan yang menurut mereka paling bijak untuk
satu permintaan yang tersisa. Mereka sepakat menyerahkan segala keputusan
kepada pakle Veyz. Terserah pakle Veyz, jika dia pengin hidungnya normal,
silakan minta hidung. Jika dia pengen punya mobil, silakan minta mobil bagus. Pakle
Veyz bingung, antara memilih hidung atau memilih mobil baru.
“Kembali punya hidung tetapi tidak dapat
mobil. Dapat mobil tetapi tidak punya hidung,” gumam pakle Veyz sambil terus
menimbang.
Dari keluarga
koplak sendiri suara mereka terbelah. Mak Ratna dan Andri mendukung pakle
Veyz menormalkan hidungnya. Sedangkan Adit dan Amar tiada bosan merayu pakle
Veyz.
“Minta mobil baru saja Pakle!” bisik
Adit dan Amar.
Secepat bayangan pakle Veyz melemparkan
batu akik ke udara, lalu mengucapkan permintaan. “Hidung kembali normal!” Hingga
akhirnya hidung pakle Veyz kembali normal seperti sediakala, tidak mancung,
condong pesek, wahahaha.
TAMAT
Hidup sederhana penuh syukur, tidak
banyak keinginan, tidak banyak pikiran.
Salam! J
Bandung, 15 Mei 2015
TM Hendry, s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar